Nasopalatine Duct Cyst / Kista Duktus Nasopalatine Non-Odontogenik

Nasopalatine duct cyst merupakan formasi kista yang berada didalam kanal insisif dan termasuk dalam kasus kista non-odontogenic yang paling sering terjadi (Odell, 2017). Kista ini juga dikenal dengan nama incisive canal cyst, nasopalatine canal cyst, nasopalatine cyst, median palatine cyst, median anterior maxillary cyst (White & Pharoah, 2014).

Saluran nasopalatine biasanya mengandung sisa dari duktus nasopalatin (sel primitive dari organ penciuman) dan pembuluh darah serta saraf. Kista akan terbentuk didalam saluran nasopalatin ketika sisa sel embrionik yang bertahan didalam saluran mengalami proliferasi dan degenerasi terhadap lingkungan sekitarnya (White & Pharoah, 2014).

Setidaknya terdapat 10% kasus kista duktus nasopalatin dari seluruh kasus kista rahang. Kebanyakan kasus mengenai pasien dengan usia memasuki dekade keempat hingga keenam. Insidensi terjadinya lebih banyak pada laki-laki (sekitar tiga kali lipat). Bersifat asimtomatik ataupun gejala minor yang dapat ditoleransi dalam waktu tertentu. Keluhan yang dialami pasien adalah pembengkakan kecil dan well-defined pada posterior papilla palatinal, dengan sifat pembengkakan yang fluktuatif serta berwarna kebiruan bila kista terletak dekat permukaan (White & Pharoah, 2014).

Kista dapat meluas menuju palatum labial dan menghasilkan pembengkakan dibawah frenulum labialis maksila. Lesi dapat menonjol kedalam kavitas nasal dan menghambat nasal septum. Tekanan dari kista yang mengenai saraf nasopalatine dapat menimbulkan sensasi terbakar atau rasa kebas pada mukosa palatal. Dalam beberapa kasus, cairan kista dapat keluar menuju rongga mulut melalui nasal septum. Pasien dapat merasakan cairan itu dan terasa asin (White & Pharoah, 2014).

Gambaran radiografi menunjukkan adanya area radiolusen bulat dengan outline terkortikasi pada bagian incisive canal. Pada radiografi anterior oklusal atau periapikal,  akan terlihat gambaran berbentuk seperti hati dikarenakan terjadinya superimpose dari nasal spine. Mereka memiliki gambaran yang simetris, dan menjadi asimetri ketika mengalami pembesaran. Apikal akar gigi incisive sentral umumnya terdorong menjauhi satu sama lain (Odell, 2017).

Secara histologis, ephitelial line umumnya tersusun dari epitel skuamosa bertingkat ataupun epitel kolumnar bersilia (respiratori) dengan kelenjar mucus. Saraf sphenopalatine dan pembuluh darah yang melalui kanal incisive umumnya akan hilang  saat terjadi nasopalatine duct cyst, oleh sebab itu pasien akan merasa kebas (Odell,2017). Kapsul kista juga dapat diselubungi dengan epitel kuboidal berlapis (Oliveira et al, 2017).

Perawatan yang dapat dilakukan adalah enukleasi dan umumnya tidak menimbulkan rekurensi kista (Odell, 2017). Enukleasi adalah prosedur yang dilakukan dengan mengambil kista secara keseluruhan tanpa merobek dinding kista. Tahapannya dimulai dengan membuka akses menuju lokasi kista, bisa menggunakan flap. Selanjutnya pembuatan osseous window dengan menggunakan bur. Kista dipisahkan dari jaringan sekitarnya menggunakan kuret. Pengangkatan kista dapat dilakukan dengan menggunakan pinset (Hupp et al, 2013). Setelah pengangkatan kista berhasil, dapat dilanjutkan dengan irigasi rongga kista dan pemberian antibiotic. Penutupan dilakukan dengan penjahitan yang erat (Chandra et al, 2016). Pemberian bone graft dapat mempercepat proses remineralisasi pasca pembedahan (Kamal et al, 2017).

Diagnosis banding dari kista duktus nasopalatin adalah radicular cyst dan primordial cyst (Chandra et al, 2016). Incisive canal yang berukuran besar kerap kali memiliki gambaran yang serupa dengan kista ini. Bentuk kanal insisif  normal memiliki diameter sekitar 10 mm. Untuk menentukan suatu kanal insisif merupakan kista atau bukan, diberikan cut off value 6-8 mm, namun hal ini tidak diperlukan untuk tindakan pembedahan yang tidak mendesak, sebab dengan melakukan radiografi berkala maka pembesaran kista pun dapat terdeteksi (Odell, 2017).

Sumber :

  • Odell, E. W. (2017). Cawson's essentials of oral pathology and oral medicine e-book. Elsevier Health Sciences
  • White, S. C., & Pharoah, M. J. (2014). Oral radiology-E-Book: Principles and interpretation. Elsevier Health Sciences. 
  • Hupp, J. R., Tucker, M. R., & Ellis, E. (2013). Contemporary oral and maxillofacial surgery-e-book. Elsevier Health Sciences.
  • Chandra, A. A., & Romdhoni, A. C. (2016). Nasopalatine cyst (a case report). Jurnal THT-KL, 9(2), 56-63.
  • Oliveira, L. J., Leo, P. L. R., Alvarenga, R. R., Horta, M. C., & Souza, P. E. A. (2017). Nasopalatine duct cyst-diagnosis, treatment and postoperative complications: report of two cases. Jornal Brasileiro de Patologia e Medicina Laboratorial, 53(6), 407-413

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Latihan Soal (Seluruh Departement)

BM / BEDAH MULUT (Catatan UKMP2DG)

PROSTODONSIA (Catatan UKMP2DG)