BM / BEDAH MULUT (Catatan UKMP2DG)

Nervus

Nervus Trigeminal (V) --> Berfungsi sebagai saraf sensorik wajah (Nyeri, ganggu sensori).

  • V.1: Ophtalmic.
    • Keluar dari fisura orbitalis superior.
  • V.2: Maksila.
    • Keluar dari foramen rontundum.
  • V.3: Mandibula.
    • Keluar dari foramen ovale.

Nervus Fasialias (VII)--> Berfungsi sebagai saraf motorik.
  • Temporalis --> Orbikularis okuli, Korugator supercilia, Otot frontal.
    • Orbikularis okuli: Menutup kelopak mata.
    • Korugator supercilia: Membuka kelopak mata.
  • Zigomatic --> Orbikularis okuli saja.
  • Bukalis / bucinator --> Otot Zygoma, Bucinator, Orbikularis Oris.
  • Marginal mandibula --> Labialis Inferior, Depresor Anguli Oris, Mentalis.
  • Servikal --> Platysma.
Habis anastesi, telinga terasa kebas --> Nervus yang ikut teranastesi adalah N. Aurikulotemporalis.
Sisi wajah ikut turun --> N.Fasialis.

Nervus yang menginervasi gigi:
  • Rahang Atas:
    • N. Alveolaris superior anterior: Kanius - kaninus RA, mukosa labial RA.
    • N. Nasopalatinus: Mukosa palatal RA
      • Keluar dari foramen insisifum, dekat dengan papila insisivus.
    • N. Alveolaris superior media: P1 - Akar mesiobukal M1 RA, Mukosa bukal RA.
    • N. Palatinus mayus: Mukosa palatal P1-M3.
      • Dari foramen palatinus mayus.
    • N. Alveolaris superior posterior: Akar palatal M1, Akar distobukal M1, M2, M3, mukosa bukal RA.
    • N. Palatinus minus: Mukosa palatum mole.
  • Rahang Bawah:
    • V.3 --> Keluar dari kranium melalui F. Ovale --> Masuk ke mandibula melalui F. Mandibula, menjadi N.Alveolar inferior --> Target melakukan anastesi --> Kanalis mandibularis --> Keluar ke F.Mentalis (Diantara apikal gigi P1-P2) menjadi N.Mentalis --> N.Insisivus, jaringan lunak dagu.
      • Bibir yang kebas akibat eksisi mukokel --> N.Mentalis.
    • N. Alveolaris inferior: P2-M3 RB.
    • N. Bukalis longbus: Mukosa bukal P2-M3 RB.
      • Cabang dari Nervus 7 --> Cabang bukalis.
    • N. Mentalis / N.Insisivus: P1 - I1, Mukosa bukal.
    • N. Lingualis: Mukosa lingual.
      • Percabangan dari V.3.
      • Jangan infiltrasi langsung pada mukosa lingual, tapi insersikan jarum di papila interdental di bagian bukal, namun bevel menghadap ke mukosa lingual.


Anatomi:
  • No. 5: Lamina kribosa --> N. Olfaktori.
  • No. 11: F. Magnum.
  • No.12: F. Ovale.
  • No.13: F. Rotundum.
  • No. 42: Fissura orbitalis superior.

Kelainan Rasa Sakit:
  • Trigeminal neuralgia = Rasa sakit ditusuk-tusuk, tidak terdefinisi dengan baik, rasa sakit tidak berpindah / terlokalisir (Area inervasi nervus 5 saja).
    • Obat: Carbamazepine / Gabamazepine.
  • Migrain = Rasa sakit kepala dan hanya 1 sisi (Cluster headache).
  • Bell's palsy = Penurunan tonus otot setengah wajah, alasannya tidak diketahui.
  • Facial paralysis = Penurunan tonus otot setengah wajah, alasannya jelas (Trauma, setelah anastesi).
  • Glossopharyngeal neuralgia = Sakit mirip trigeminal neuralgia, tapi berbeda lokasi, yakni didaerah tonsil, tenggorokan, lidah, sampai ke tengah telinga.
  • Myofacial pain disorder = Parafungsional habit yang menimbulkan nyeri pada otot pengunyahan, saat ditekan ada spasme otot / hipertonus otot, palpasi otot masseter sakit.
  • Atypical neuralgia = Sensasi sakit tanpa sebab yang jelas, biasanya muncul pada Cracked Tooth Syndrome, muncul setelah 1 bulan pencabutan gigi.
  • Atypical facial pain = Berdenyut, berpindah-pindah.

Lidah
  • 1/3 Posterior: 9 Sensasi, 9 Rasa.
    • Sensasi umum: Nervus 9 (Glosofaring).
    • Sensasi pengecapan: Nervus 9 (Glosofaring).
  • 2/3 Anterior: 5 Sensasi, 7 Rasa.
    • Sensasi umum: Nervus 5 (Trigeminal).
    • Sensasi pengecapan: Nervus 7 (Fasial).
  • Motorik lidah: Nervus Hypoglosus (12).
  • Muntah: Nervus Vagus (10).

Vaskularisasi


Vaskularisasi Vena:
  • Pleksus Vena Pterigoideus.
    • Jika terkena saat anastesi, maka pipi pasien akan bengkak secara tiba-tiba dan terdapat hematoma di bagian bukal.
    • Pleksus: Anyaman.
  • Vena Palatinus Anterior: I-C RA.
  • Vena Palatinus Media: P1- Mesial M1 RA.
  • Vena Palatinus Posterior: Distal M1-M3 RA.
Vaskularisasi Arteri:
  • Arteri Palatinus Mayus: Palatum M3-midline.
  • Arteri Palatinus Minus: Palatum mole.
  • Arteri Fasialis: Ada di inferior border of mandible.
    • Ada pulsasi saat dipalpasi.


Carotid Sheath: Terletak didaerah leher --> Anatomi gabungan dari vena, arteri dan saraf.
  • Vena Jugularis Interna.
  • Arteri Karotid Interna.
  • Nervus Vagus --> Inervasi organ didalam rongga dada.
Danger Area Of Face --> Area anatomis di 1/3 tengah wajah yang rentan terkena infeksi kearah kranial karena pembuluh darah memiliki hubungan langsung ke kranium.
  • Arteri angularis.
  • Arteri nasal lateral.
  • Arteri nasal dorsalis.
  • Vena fasialis produnda.
  • Vena labialis superior.
  • Vena supraorbitalis.
  • Vena supratroklearis.

Mimisan / Epistaksis
  • Epistaksis anterior: Yang rusak adalah Pleksus Kisselbach (Terletak di dekat mukosa).
    • Ketika hidung ditutup dengan tangan, darah bisa segera berhenti karena pleksus ini berdiameter kecil.
  • Epistaksis posterior: Yang rusak adalah Arteri Sphenopalatin. Bisa masuk ke rongga mulut dan epistaksis lebih massive.
    • Ketika hidung ditutup dengan tangan, darah tetap keluar, bahkan bisa keluar dari mulut.
  • Tatalaksana: Duduk tegap agak menunduk.
    • Jika mendangak, darah bisa masuk ke paru-paru. 

Otot
  • Mastikasi:
    • Buccinator: Di pipi.
    • Masseter: Di angulus mandibularis.
    • Pterigoid Medialis.
    • Pterigoid Lateralis.
    • Temporalis: Di pelipis.
  • Paska tindakan (Anastesi, ekstraksi, dll), jika terdapat komplikasi (Seperti trismus), otot yang terkena adalah M.Pterigoid Medialis.
  • Jika trismus karena ada parafungsional: M. Pterigoid Lateralis.
  • M. Orbicularis oris: Otot yang melingkar di bibir.
  • M. Orbicularis oculi: Otot yang melingkar di mata.
  • M. Mylohyoid: Otot di dasar mulut.
  • M. Levator: Untuk menarik struktur ke atas.
  • M. Depressor: Untuk menurunkan struktur anatomi ke bawah.
    • Bibir atas: Labii superior.
    • Bibir bawah: Labii inferior.
    • Sudut bibir: Anguli oris.
  • Pergerakkan lidah:
    • M. Styloglosus: Retraksi lidah ke posterior dan elevasi lidah.
    • M. Genioglosus: Menarik lidah ke satu sisi, protrusi lidah, depresi midline lidah.
    • M. Hyoglosus: Depresi / menurunkan lidah secara keseluruhan.
    • M. Palatoglosus: Elevasi roof of tongue, menutup perbatasan mulut dan faring.
  • M. Levator veli palatini: Menarik palatum mole ke atas.

Otot Pembukaan dan Penutupan Mulut:
  • Menutup mulut:
    • M. Maseter.
    • M. Pterigoideus Medialis.
    • M. Temporalis (Serabut vertikal).
    • M. Bucinator.
  • Membuka mulut:
    • M. Milohioideus.
    • M. Digastrikus Venter Anterior.
    • M. Pterigoideus Lateralis.


Farmakologi

Antibiotik yang umum digunakan:
  • Amoxicillin, Penicilin --> Menghancurkan dinding sel.
  • Tetracyclin, Tetracyclin 305 --> Menghambat sintesis protein.
    • Bisa merubah warna gigi.
  • Eritromycin, Macrolides 505 --> Menghambat sintesis protein.
  • Azitromycin, Macrolides 505 --> Menghambat sintesis protein.
  • Clindamycin, Lincosamid 505 --> Mengahambat sintesis protein.
  • Lincomycin, Lincosamid 505 --> Mengahambat sintesis protein.
  • Metronidazole --> Menghancurkan DNA.


Antiinflamasi:
WHO Step Ladder of Pain Management --> Berdasarkan tingkat nyeri.
  • Mild Pain / Step 1.
    • Odontogenik.
    • Golongan non-opoiod: Aspirin, parasetamol, NSAID + adjuvant / kombinasi.
    • Mekanisme kerja NSAID: Hambat prostaglandin dengan hambat enzim COX1, COX2, COX3. 
      • COX1: Sebenarnya dihasilkan oleh epitel lambung. Fungsinya untuk melindungi epitel lambung agar tidak rusak dari asam. Efek samping dari penggunaan NSAID berlebih adalah bisa merusak / iritasi epitel lambung.
      • Maka, jika ada gangguan GI Tract: Gunakan NSAID -Selective COX-2 Inhibitor.
        • Celexocib.
        • Etoricoxib.
        • Meloxicam.
      • NSAID -Selective COX-2 Inhibitor: Bisa meningkatkan agregarsi trombosit --> membuat gumpalan di darah --> Maka tidak boleh untuk pasien penyakit jantung, hipertensi, stroke.
        • Gunakan paracetamol.
      • Jika tidak ada gangguan lambung: Gunakan NSAID-Non selective COX inhibitor.
        • Diklofenak --> Cataflam.
        • Diflunisal.
        • Etodolac.
        • Flurbiprofen.
        • Ibuprofen.
        • Indometacin.
        • Ketoprofen.
        • Nabumetone.
        • Oxaprozin.
        • Piroxicam.
        • Sulindac.
        • Tolmetin.
        • Asam mefenamat.
      • Kombinasi obat yang disarankan: Ibuprofen dan asetaminofen / paracetamol.
      • Kombinasi yang tidak boleh: 
        • NSAID dan Aspirin --> Menyebabkan gangguan perdarahan.
        • NSAID dan Steroid --> Gangguan GI tract, perforasi lambung.
    • Mekanisme kerja steroid: Hambat phospholipase. 
      • Dexametasone.
      • Methylprednisolone.
      • Prednisone.
  • Step 2 dan Step 3: Banyak mengandung opioid --> Bukan kompetensi drg umum.

Untuk memahami cara kerja obat anti-inflamasi, maka perlu memahami patogenitas inflamasi. Patogenitas inflamasi adalah sebagai berikut:
  • Ketika bakteri masuk --> Sel pertahanan (Sel mast, makrofag, natural killer) --> Makan agent infeksius --> Saat fagosit, mengeluarkan mediator inflamasi dan sitokin proinflamasi --> Untuk menarik sel pertahanan lain --> Namun ada beberapa bakteri yang lolos --> Menginfeksi sel sehat --> Sel sehat mati --> phospholipid bilayer rusak --> diubah oleh enzim phospoholipase --> Asam arakidonat --> diubah COX1 dan COX2 --> Menjadi mediator inflamasi (Prostaglandin, histamin, tromboksan, prostaksan A2, prostasiklin, leukotriene) --> Prostaglandin banyak (Menyebabkan functiolesa) --> Vasodilatasi (Volume darah semakin banyak dan secara klinis menjadi kemerahan / Rubor dan meningkatkan suhu / Kalor) --> Pori-pori membesar --> Isi dari pembuluh darah bisa keluar (Selular berupa darah merah, putih / leukosit / PMN, trombosit; Non selular berupa plasma, serum, fibrinogen, protein) --> Plasma yang pertama kali keluar dari pembuluh darah ke jaringan sekitar --> Jaringan bengkak dari akumulasi / ekskavasasi plasma (Tumor) --> Tekanan didaerah menjadi tinggi --> Menekan saraf yang berdekatan dan sakit (Dolor).

Obat-obatan untuk nyeri orofasial akut:


Catatan Tambahan Mengenai Obat-Obatan

Obat sedasi kontraindikasi untuk gagal ginjal:
  • Diazepam.
    • Untuk lansia harus diberikan setengah dosis orang dewasa karena ditakutkan ada sensitivitas.
  • Flucozepam.
  • Temazepam.
  • Clonazepam.
Obat sedasi untuk gagal ginjal: Triazolam.

Urutan pemilihan antibiotik dari awal hingga akhir jika terdapat alergi:
  • Amoxicilin --> Cegah bentuk dinding sel.
  • Clindamycin atau Eritromycin --> Cegah produksi protein sel.
  • Azitromycin --> Cegah produksi protein sel.
  • Metronidazole --> Menghancurkan DNA.
  • Moxifloxacin --> DNA Topoisomerase.
  • Linkomycin --> Cegah produksi protein sel.
  • Sefalosporin --> Cegah bentuk dinding sel.
Jika pasien mengonsumsi Antasida (Obat lambung / maag) --> Tidak boleh dicampur antibiotik Tetracycline.

Pilihan Antibiotik untuk Beberapa Penyakit:
  • Gangguan hepar / hati : Eritromisin.
  • Gangguan lambung : Clindamisin.
  • Ibu hamil : Amoksisilin, Paracetamol.
NSAID tidak boleh digabung dengan aspirin dan steroid.
Mengehentikan pendarahan: Asam Traneksamat.

Kista
  • Kista Developmental.
    • Odontogenic.
      • Kista dentigerous / follicular: Dari reduces enamel epithelium.
      • Odontogenic keratocyst (Ada scalloped border): Dari dental lamina.
      • Kista lateral periodontal: Dari sisa dental lamina atau reduce enamel epithelium.
      • Kista erupsi: Dari reduce enamel epithelium.
      • Ameloblastoma: Dental lamina.
    • Non-Odontogenic.
      • Kista ductus nasopalatinus (Berbentuk hati): Dari epitel duktus oronasal.
      • Kista nasolabial: Dari epitel duktus nasolakrimal.
  • Kista Inflammatory.
    • Kista radikular / periapikal: Dari sisa epitel malassez.
    • Kista residual: Dari sisa epitel malassez.
  • Perawatan:
    • Diameter kurang dari 3 cm: Enukleasi.
      • Jika tidak disebutkan diameternya, maka enukleasi saja.
      • Flap --> Ambil seluruh kantungnya.
    • Diameter > 3 cm: Marsupialisasi.
      • Atap lesi dibuka, lalu dijahit ke jaringan sekitarnya --> Diisi kassa iodoform untuk dekompresi lesi --> Mengecil --> Enukleasi.
        • Enukleasi ini dikerjakan oleh Sp.BM.
      • Lesi besar bisa menyebabkan fraktur patologis, oleh sebab itu perlu dilakukan dekompresi terlebih dahulu. 
Perawatan Mukokel: Eksisi.

Ameloblastoma
  • Dari sel-sel dental lamina.
  • Bersifat locally-malignant.
    • Rekurensi tinggi, namun tidak bisa bermetastase ke organ lain yang jauh.
  • Klinis:
    • Kista: Dihisap kuning jernih, ekspansi antero-posterior.
    • Ameloblastoma: Dihisap merah kecoklatan, ekspansi bukal-lingual, resorbsi akar gigi.
  • Jenis:
    • Follicular.
      • HPA: Teradapat stellate reticulum tersusun melingkar / radier seperti pulau-pulau epitelium odontogenik membentuk struktur seperti duktus dan asini.
    • Plexiform.
      • HPA: Stellate reticulum membentuk lipatan dan sel-sel epitel odontogenik beranastomosis (Pita-pita). Degenerasi kistik. 
    • Acanthomatousa.
      • HPA: Ada metaplasia sel pipih yang disertai degenerasi sentral sel.
    • Granular.
      • HPA: Sel stellate reticulum ada granula eosinofilik di sitoplasma.
    • Desmoplastic.
      • HPA: Gambaran pulau-pulau epitelium yang tersusun oleh jaringan ikat fibrosa atau staruma kolagen.
    • Basal Cell.
      • HPA: Tipe paling jarang, gambaran pulau-pulai sel basal yang bersifat hiperkromatik (Warna ungu pekat).
  • Perawatan: Reseksi.
    • Reseksi en bloc: Mengambil ameloblastoma tidak melibatkan inferior border of mandible.
    • Reseksi segmental: Telah melibatkan inferior border of mandible.
    • Hemimandibulektomi: Pengambilan setengah dari mandibula / Midline-Condyle 1 sisi.
    • Mandibulektomi total: Pengambilan keseluruhan mandibula.
      • Penggantinya digunakan reconstruction plate


Pemeriksaan klinis pada pembengkakan dengan cara aspirasi / tapping:

  • Abses: Cairan kuning, pus.
  • Kista: Cairan kolestrin - bening kekuningan.
    • Penjalarannya searah dengan linggir alveolar ke antero-posterior.
    • Tidak ada penurunan berat badan.
  • Ameloblastoma atau Keganasan atau Tumor: Cairan merah.
    • Penjalarannya destruktif ke arah buko-palatal / lingual.
    • Ada penurunan berat badan karena terjadi pembelahan sel terus menerus (Hiperplasia) yang membutuhkan ATP dari glukosa tubuh.
Untuk kasus abses akut, apakah dapat dilakukan pencabutan? 
Jawaban: Bisa, sebab tujuan utamanya adalah source control. Anastesi infiltrasi pada abses rahang bawah tidak akan bisa masuk karena adanya perubahan Ph pada jaringan, sehingga anastetikum tidak akan bisa berdifusi kedalam sel saraf, namun anastesi ini dapat diganti dengan teknik blok.

Kelainan Kelenjar Ludah
  • Mukokel.
    • Jenis:
      • Retensi.
      • Ekstravasasi.
    • Perawatan: Eksisi.
      • Pembuangan jaringan abnormal di jaringan lunak.
    • Diaskopi: (-).
    • Pulsasi: (-).
    • Pseudocyst: Berisi mukus.
  • Ranula & Plungin Ranula.
    • Ranula: Benjolan dibawah lidah, namun ekstraoral tidak ada pembengkakan. Ketika lidah bergerak, tidak ikut bergerak.
      • Perawatan ranula: Marsupialisasi.
        • Ukuran besar dan dekat dengan lingual nerve.
        • Jika dilakukan eksisi, dapat menyebabkan death space --> Masuk makanan --> Sumber infeksi.
    • Plunging ranula: Benjolan dibawah lidah, dibawah mylohyoid, tapi di ekstraoral ada tonjolan. Ketika lidah bergerak, tidak ikut bergerak.
      • Perawatan plungin ranula: Eksisi kelenjar saliva.
    • Pembeda: 
      • Kista dermoid --> Ada di dekat jakun, midline, ketika lidah bergerak, tidak ikut bergerak.
      • Kista duktus tiroglosus --> Ada di dekat jakun, ketika lidah bergerak, ikut bergerak.
  • Sialolithiasis.
    • Ada batu di kelenjar saliva.
    • Klinis: Sakit saat makan asam, pedas, atau segala sesuatu yang merangsang keluarnya saliva.
    • Foto ronsen dapat memperlihatkan gambaran radiopak.
    • Jarang ada tanda-tanda inflamasi.
    • Perawatan:
      • Sialodochotomy: Insisi duktus saliva untuk mengeluarkan batu yang dapat diidentifikasi intraoral.
      • Sialadochoplasty: Penjahitan duktus yang telah diinsisi pada perawatan Sialodochotomy ke jaringan sekitar --> Cegah striktur dan rekunrensi.
      • Sialoadenektomy: Eksisi kelenjar saliva karena batu tidak dapat diakses dari intraoral.
      • Extraoral shockwave lithotripsy: Minimal invasif, menggunakan gelombang kejut untuk memecah batu.
  • Sialoductitis.
    • Peradangan pada duktus.
    • Foto ronsen tidak dapat memperlihatkan kelainan ini --> Duktus itu jaringan lunak.
      • Maka dilakukan penyuntikan bahan kontras dari muara duktus --> Sialografi.
        • Ada penyempitan / striktur dan dilatasi duktus --> Tanda sialaductitis.
    • Perawatan: Antiobiotik dan antiinflamasi.
  • Sialadenitis.
    • Peradangan pada kelenjar saliva.
    • Bakteri --> S.Aureus.
    • Virus --> MUMPS.

Epulis
  • Fibromantosa.
    • Warna sama dengan jaringan sekitar.
    • Bertangkai.
    • Isinya jaringan fibrous --> Tidak mudah berdarah.
  • Granulomatosa.
    • Warna lebih merah dari jaringan sekitar.
    • Tidak bertangkai.
    • Mudah berdarah.
  • Pyogenic Granuloma.
    • Gabungan fibromatosa dan granulomatosa.
    • Bertangkai, namun mudah berdarah.
    • Warna lebih merah dari jaringan sekitar.
  • Gravidarum.
    • Pyogenic granuloma yang terjadi pada ibu hamil.
  • Fissuratum.
    • Gigi tiruan longgar.
    • Lokasi dekat dengan vestibulum atau tepi gigi tiruan.
  • Gigantocellulare / Periferal Giant Cell Granuloma.
    • Mirip dengan granulomatosa.
    • Namun secara HPA: Memiliki giant cell.

Kesadaran
Jenis
  • Compos Mentis: Sadar sepenuhnya.
  • Apatis: Sadar, tapi tidak aware dengan kondisi sekitarnya.
  • Delirium: Mata menutup, tapi meronta-ronta, tidak terkontrol pergerakkannya.
  • Somnolen: Mengantuk, menutup mata, tapi ketika dipanggil dapat menyaut dan buka mata.
  • Stupor / Soppor Coma: Tidur, dipanggil tidak menyaut, tapi merespon saat diberi respon sakit.
  • Coma: Tertidur sepenuhnya, tidak bisa bangun dengan respon panggil dan sakit.
Kehilangan Kesadaran
  • Shock.
    • Tanda:
      • Penurunan tekanan darah jauh --> Penurunan oksigen --> Meningkatkan heart rate / takikardi --> Takipneu / paru-paru mengambil oksigen lebih banyak.
      • Ada takikardi, takipneu.
    • Fisiologi:
      • Jantung dan pembuluh darah (Organ utama sistem sirkulasi).
    • Jenis:
      • Hypovolemic: Volume darah / cairan tubuh berkurang.
        • Hemorrhagic: Perdarahan bersifat akut seperti kecelakaan.
        • Non-hemorrhagic: Kehilangan cairan tubuh (Pasien dehidrasi, diare).
      • Cardiogenic: Permasalahan di jantung yang menyebabkan permasalahan peredaran darah.
      • Obstruktif: Terdapat sumbatan di pembuluh darah.
        • Kasus tension pneumo-thorax --> Rongga dada pasien terisi udara, perbedaan pergerakkan paru, deviasi trakea, pelebaran vena di leher / distensi vena jugularis.
      • Distributive.
        • Neurogenik: Sarafnya rusak.
          • Pasien gangguan saraf pusat, trauma tulang belakang.
        • Anaphylatic: Alergi tipe 1.
          • Pembuluh darah di tubuh pasien berdilatasi secara general.
          • Terjadi karena adanya pelepasan mediator inflamasi berlebihan --> Tekanan darah turun.
          • Penanganan: Kasih adrenalin 1:1000 0,3-0,5 cc IM di Muskulus Deltoideus.
        • Sepsis: Ketidakmampuan sistem imun tubuh untuk melokalisir infeksi.
          • Diawali dari systemic inflammatory response syndrome (SIRS).
          • Pembuluh darah di tubuh pasien berdilatasi secara general.
          • Terjadi karena adanya pelepasan mediator inflamasi berlebihan --> Tekanan darah turun.
  • Orthostatic Hypotension.
    • Darah rendah, pasien lansia, memposisikan pasien dalam satu posisi karena terlalu lama.
    • Penurunan tekanan darah karena perubahan posisi secara tiba-tiba.
  • Vasovagal Syncope / Pingsan.
    • Tidak sadarkan diri / penurunan kesadaran karena terlalu ketakutan, stress.
    • Tekanan darah normal.
    • Pasien pusing, berdebar-debar, tekanan darah normal.
    • Saraf Vagus yang terkena.
  • Syncope
    • Hipoglikemi.
  • Penanganan:
    • Hal pertama yang dapat dilakukan adalah memposisikan pasien Trendelenburg (Posisi kepala lebih tinggi dibandingkan kaki).
    • Pendarahan didalam mulut (Ex: Sehabis pencabutan).
      • Tekan dengan tampon.
        • Tidak mempan: Masukkan spongostan dan jahit figure of 8.
          • Tidak mempan: Masukkan bone wax dan jahit figure of 8.
    • Pendarahan diluar tubuh:
      • Elevasi lalu point of pressure: Tekan di arteri / vena utama.
      • Torniket: Diikat dengan tali dengan kencang.
      • Ligasi pada pembuluh darah yang ruptur.

Lethal 6: Kasus trauma yang menyebabkan kematian. 
  • Tension pneumothorax.
  • Massive hemothorax.
  • Cardiac tamponade.
  • Open pneumothorax.
  • Flail chest.
  • Airway obstruction.

Glasgow Coma Scale (GCS):
  • Eye opening
    • 4: Spontan.
    • 3: Trigger suara.
    • 2: Trigger rasa sakit.
    • 1: Tidak ada respons.
    • Non-testable (NT): Ada trauma atau luka di mata.
  • Verbal response
    • 5: Bisa bercerita, kalimat jelas dan dimengerti.
    • 4: Bingung.
    • 3: Kata-kata, bukan kalimat.
    • 2: Suara, bukan kata.
    • 1: Tidak ada respons verbal.
    • Non-testable (NT): Ada sumbatan didalam mulut atau orofaring.
  • Motorik
    • 6: Mengikuti instruksi operator.
    • 5: Melokalisasi nyeri, bisa tunjukin lokasi nyeri.
    • 4: Fleksi normal.
    • 3: Fleksi abnormal.
    • 2: Ekstensi.
    • 1: Tidak respons.
    • Non-testable (NT): Tangan terpotong.
Skor Cedera Kepala GCS:
  • 14-15: Ringan
  • 13-12: Medium
  • <12: Berat
Jika sudah ada penurunan pada skot GCS (Normalnya 15), berarti sudah ada penurunan fungsi saraf pusat, sehingga harus dirujuk ke spesialis neurologi / saraf.

Infeksi Odontogenik Non-Spesifik
  • Non-spesifik berarti: Ada banyak bakteri didalam kasus-kasus ini.
  • Penentuan diagnosa dilihat dari fluktuasi.
    • Fluktuasi (-)
      • Celulitis / Phlegmon: Melibatkan kurang dari 3 spasium. 
      • Ludwig Angina: Melibatkan 3 spasium secara bersamaan (Sublingual, submandibular, submental).
        • Sublingual = Lidah terangkat.
        • Submandibular = Bengkak di angulus mandibula.
        • Submental = Ada perluasan kearah dagu.
    • Fluktuasi (+)
      • Abses Fossa Kanina: Fluktuasi di pipi menyebar ke bawah kelopak mata.
        • Letak apikal gigi penyebab lebih superior dibandingkan M.Levator anguli oris.
        • Origo.
      • Abses Submaseter: Fluktuasi dibawah otot maseter, tidak ada asimetri wajah / asimetri minimal, trismus.
        • Letak apikal gigi penyebab lebih superior dibandingkan insersio otot masetter.
        • Insersio.
      • Abses Submukosa / Vestibular abcess: Fluktuasi di bawah mukosa vestibulum --> Vestibulum bengkak, Mukobukofold menjadi rendah / dangkal.
        • Letak apikal gigi penyebab lebih inferior dibandingkan M.Levator anguli oris.
        • RA: Letak apikal gigi penyebab lebih inferior dibandingkan M.Buccinator.
        • RB: Letak apikal gigi penyebab lebih superior dibandingkan M.Buccinator.
        • Origo.
      • Abses Subkutan / Abses Bukalis: Akumulasi pus dibawah kulit, mukobukofold tidak ikut bengkak, pipi bengkak. 
        • RA: Letak apikal gigi penyebab lebih superior dibandingkan M.Buccinator.
        • RB: Letak apikal gigi penyebab lebih inferior dibandingkan M.Buccinator.
        • Origo.
      • Abses Submental: Bengkak di dagu.
        • Letak apikal gigi penyebab lebih inferior dibandingkan M.Mentalis.
        • Origo.
      • Abses Sublingual: Lidah terangkat.
        • Letak apikal gigi penyebab lebih superior dibandingkan M.Mylohyoid.
        • Origo.
      • Abses Submandibular: Dibawah rahang mandibula. Inferior border of mandible / margo inferior mandibula tidak / sulit teraba.
        • Letak apikal gigi penyebab lebih inferior dibandingkan M.Mylohyoid.
        • Origo.
Nama lain Abses Dental: Parulis.



Perbedaan Antara Abses dan Selulitis:

Tumbuh Kembang Maksila dan Mandibula
  • Maksila dan mandibula berasal dari arkus faringeal pertama.
  • Maksila terbentuk dari penyatuan 2 prosesus (Prosesus maksilaris dan prosesus nasal media --> Penyatuan kedua prosesus ini terjadi di minggu kedelapan.
    • Pusat pertumbuhan maksila: Sutura mediana palatina / sutura midpalatal.
  • Mandibula terbentuk dari kartilago Meckel yang muncul di arkus faringeal pertama. Kartilago Meckel akan terosifikasi dan menjadi mandibula.
    • Pusat pertumbuhan mandibula: Processus condylus / Kepala kondilus.
Osifikasi:
  • Endokondral: Terbentuk tulang sejati dari tulang spongiosa / rawan.
    • Hanya terjadi pada RB.
  • Intramembranosa: Terbentuk tulang dari mesenkim yang berdiferensiasi menjadi osteoblast --> Sintesis matriks tulang --> Osteoblast menjadi osteosit.

Cleft Lip and Palate
  • Jenis
    • Keterlibatan hidung:
      • Ya: Complete.
      • Tidak: Incomoplete.
      • Ditambahkan setelah struktur yang terlibat / disebut di belakang.
    • Struktur yang terlibat:
      • Labio: Bibir.
      • Gnato: Tulang alveolar.
      • Palato: Palatum.
    • Veau:
      • I: Hanya melibatkan salah satu palatum (Durum atau mole).
      • II: Melibatkan kedua palatum (Durum dan mole).
      • III: Palatum mole sampai ke bibir, unilateral. Labiognatopalatoschizis unilateral.
      • IV: Palatum mole sampai ke bibir, bilateral. Labiognatopalatoschizis bilateral.
  • Alat:
    • Feeding plate: Untuk membantu makan.
    • NAM: Mengecilkan jarak antar cleft.
    • Hubberman feeder: Untuk membantu makan tanpa feeding plane.
  • Operasi rekonstruksi:
    • Rule of Ten:
      • Berat badan minimal 10 pounds.
      • Hb minimal 10 gr/dl.
      • Umur minimal 10 minggu.
    • Tahapan rekonstruksi:
      • Setelah 10 minggu: Lip repair / Cheiloplasty / Labioplasty.
      • 9-18 Bulan: Perbaikan palatum / Palatoplasty.
      • 3-5 Tahun: Pharyngealplasty, Pharyngeal flap untuk memperbaiki velopharyngeal incompetence.
      • 6-9 Tahun: Alveolar / Gnatoplasty.
      • Orthognatic surgery:
        • Perempuan: 14-16 tahun.
        • Laki-laki: 16-18 tahun.
      • Rhinoplasty: Setelah usia 5 tahun.
        • Bisa juga operasi bersamaan dengan orthogantic --> Setelah growth spurt berakhir --> Tujuannya agar tidak mengganggu pertumbuhan pasien.
      • Cleft lip revision: Anytime setelah 5 tahun atau setelah skarnya matur total.
        • Skar muncul akibat repair bibir. 

Veloraphy: Prosedur penjahitan pada palatum mole pasien dengan tujuan mengembalikan vokalisasi pasien. Otot yang terlibat didalam penjahitan adalah tensor veli palatini, levator veli palatini, palatoglossus, dan palatopharyngeus. Veroraphy dilakukan terlebih dahulu sebelum palatoplasty, namun masih kontroversi (Ada beberapa dokter yang langsung palatoplasty).

Fraktur
Fraktur berdasarkan Hubungan dengan Lingkungan Luar:
  • Luka terbuka: Ada hubungan antara fraktur dengan lingkungan luar --> Komplikasi lebih tinggi.
    • Open fractured / Compound fractured.
  • Tidak ada luka terbuka:
    • Closed fractured.

Fraktur berdasarkan Tarikan Otot:
  • Favorable fracture: Kedua fragmen saling mengunci.
    • Closed Reduction, External Fixation.
    • Jika tidak align dengan baik: Bisa Malunion.
  • Unfavorable fracture: Kedua fragmen saling terpisah. 
    • Harus dilakukan open flap --> Mini plate and screw.
    • ORIF (Open Reduction, Internal Fixation).
    • Jika didiamkan --> Tidak menyatu --> No-union

Prinsip Perawatan Fraktur:
  • Reduction.
  • Fixation.
  • Immobilization: MMF / Maxilomandibular Fixation (Untuk Favorable dan Unfavorable).

Fraktur berdasarkan Garis Tulang:
  • Greenstick: Hanya melibatkan 1 korteks tanpa diserta displacement.
    • Biasanya terjadi pada anak anak.
  • Simple Fracture: Melibatkan 2 korteks tulang dan pasti terjadi displacement.
  • Comminuted fracture: Fragmen frakturnya multiple / kecil-kecil.
    • Garis fraktur diperpanjang dan bertemu didalam tulang. 
  • Segmental: 2 Garis fraktur diperpanjang dan bertemu diluar tulang.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawatan:
  • Infeksi.
  • Benda asing.
  • Mobilitas.
  • Vaskularisasi.

Catatan Tambahan Mengenai Fraktur:

Jenis fraktur berdasarkan tipenya (Sumber buku James Hupp):
  • Greenstick: Fraktur in-complete intraoral.
  • Simple fracture: Satu fraktur complete intraoral.
  • Comminuted fracture: Fraktur complete yang menghasilakn banyak fragmen tulang, intraoral.
  • Compound fracture: Fraktur yang berdampak langsung secara ekstraoral.

Jenis fraktur berdasarkan arah tarikan otot 
(Sumber buku James Hupp):
  • Favorable fracture: Garis arah fraktur searah dengan gaya tarikan otot sehingga dapat mencegah terjadinya displacement pada tulang.
  • Un-favorable fracture: Garis arah fraktur tidak searah dengan gaya tarikan otot sehingga dapat memperparah terjadinya displacement pada tulang.

Konsep perawatan fraktur: 
  • Reduksi: Proses pengembalian fragment tulang ke posisi yang seharusnya.
    • Dapat dilakukan secara terbuka dan tertutup, bergantung pada keterlibatan pembedahan.
    • Didalam reduksi terbuka, khususnya yang melibatkan insisi ektraoral, maka terdapat garis yang menjadi guidance dengan tujuan utama menyesuaikan dengan lipatan kulit alami. Garis ini disebut sebagai Langer’s line
Langer's Line
  • Fiksasi: Proses mempertahankan posisi fragment yang telah direduksi.
    • Fiksasi terbuka: Dilakukan dengan menggunakan plat dan skrup dengan kriteria berupa: Menggunakan skrup tulang dengan tipe single; Penggunaan plat sebanyak-banyaknya dan minimal terdiri atas 2 plat pada setiap regio fraktur; Jangan memasang screw atau baut di anatomi penting, seperti saraf atau akar gigi; Untuk area orbital, gunakan screw setipis mungkin
 
Contoh fiksasi terbuka dengan skrup dan plat pada kasus fraktur kondilus.
      • Penempatan skrup dan plat harus memperhatikan struktur anatomi tulang. Pada mandibula, terdapat garis yang menjadi guidance sebagai penempatan skrup dan plat dikarenakan dapat menyediakan stabilisasi yang optimal. Guidance ini disebut sebagai Champhy line (Dapat dilihat pada gambar dibawah).
  
Champhy Line
      • Tulang RA lebih banyak spongus, sedangkan tulang RB lebih banyak kompak. Oleh sebab itu, untuk plat RB ukurannya lebih tebal dan RA lebih tipis (0,6 mm). Selain itu, RA lebih tipis karena alasan estetik.
    • Fiksasi tertutup: Tidak melibatkan pembedahan, umumnya menggunakan maksilo-mandibular fixation atau intermaxillary fixation. Bahan yang digunakan adalah wire atau band. Heavy elastic band dapat digunakan juga untuk mereduksi tulang secara tertutup. Beberapa jenis / teknik wiring pada fiksasi tertutup adalah:
      • Cara memeriksa fiksasi tertutup sudah tepat atau belum adalah dengan memeriksa oklusi giginya.
  • Imobilisasi: Proses meminimalisir pergerakkan pada area fraktur, guna memaksimalkan regenerasi tulang.
    • Bisa menggunakan wire atau band juga seperti fiksasi tertutup.
    • Imobilisasi Intraoral: Menggunakan wire atau intermaxillary fixation (4-6 Minggu)
    • Imobilisasi Ekstraoral: Menggunakan bandage atau chincup
Fraktur yang tidak langsung ditangani dapat menjadi neglected fracture (2 Minggu setelah fraktur). Komplikasi yang dapat terjadi:
  • Malunion: Proses penyatuan fragment tulang yang salah.
  • No-union: Tidak terjadi penyatuan pada fragment tulang.
  • Delay-union: Terhambatnya proses penyatuan fragment tulang.

Jenis Luka
  • Luka robek: Vulnus Laseratum.
  • Luka tusuk: Vulnus Puctum --> Lebar luka lebih kecil daripada kedalamannya.
  • Luka bakar: Vulnus Combustio.
  • Luka iris / sayat: Vulnus Schisum --> Lebar luka lebih lebar daripada kedalaman.
  • Luka gigit: Vulnus Morsum.
  • Luka tembus: Vulnus Perforatum / Penetratum.
  • Luka lecet: Vulnus Excoriatum.
  • Luka tembak: Vulnus Schlopetorum.

Fraktur Fasial
Pemeriksaan Radiograf:
  • Submento Vertex = Fraktur arkus zygomatikus.
  • Waters = Fraktur fasial, lefort 1-3, tidak ada superimposisi dengan basis cranii.
  • Occipitomental  = Alternatif dari waters.
  • Reverse Town = Fraktur kondilus.
Jenis Fraktur Fasial:
  • Le Fort 1 / Transverse Fracture: Garis fraktur horizontal dari dasar hidung sampai pterigoideus plate.
    • Bipalpasi: Maksila (+), tulang nasal (-), lateral orbital (-).
    • Ada keterlibatan basis kranii:
      • Guerin Sign --> Ekimosis di formaen palatina.
  • Le Fort 2 / Pyramidal Fracture: Nasal, sutura zigomaticomaksilaris.
    • Bipalpasi: Maksila bergerak, tulang nasal bergerak, lateral orbital (-).
    • Keterlibatan basis kranii:
      • Racoon's eye / hematoma periorbita --> Fraktur basis kranii --> Ethmoid, sphenoid, kribiform plate / lamina kribosa (Biasanya bagian nasal).
      • Battle Sign / hematoma retroauricular --> Ada di belakang telinga.
      • Halo sign --> Titik darah yang melingkar --> Tanda ada cerebrospinal leakage.
  • Le Fort 3 / High Transverse Fracture: Tulang nasal melibatkan suturan zygomaticofrontalis.
    • Bipalpasi: Maksila bergerak, tulang nasal bergerak, lateral orbital gerak.
    • Keterlibatan basis kranii:
      • Racoon's eye / hematoma periorbita --> Fraktur basis kranii --> Ethmoid, sphenoid, kribiform plate / lamina kribosa (Biasanya bagian nasal).
      • Battle Sign / hematoma retroauricular --> Ada di belakang telinga.
      • Halo sign --> Titik darah yang melingkar saat keluar dari tubuh --> Tanda ada cerebrospinal leakage.
  • Basis Kranii: Ethmoid, sphenoid, oksipital, frontal, dan temporal.

Fraktur Le Fort:
  • Le Fort 1 (Horizontal, Guerin): Memisahkan basis maksila dengan tulang alveolar dan palatum durum.
  • Le Fort 2 (Pyramidal): Garis fraktur berbentuk segitiga, yakni berjalan dari frontonasal, lakrimal, dasar orbital (Infraorbita), hingga zygomaticomaksila.
  • Le Fort 3: Memisahkan wajah dari basis cranii (Frontal, Sphenoid, Ethmoid, temporal, oksipital).

Fraktur Mandibula
Jenis:
  • Dentoalveolar
  • Simfisis: Diantara gigi 31-41.
  • Parasimfisis: Diantara midline dan distal caninus bawah.
  • Corpus / body: Distal caninus - distal gigi paling posterior.
  • Angulus: Distal gigi paling posterir - inferior ramus assendent.
  • Ramus: Inferior ramus assendent - inferior coronoid - inferior condylus.
  • Koronoideus.
  • Condylus.
    • Membuat openbite 1 sisi di area yang berlawanan.
    • Deviasinya ipsilateral, sesuai dengan arah datangnya hantaman.

Anatomi mandibula yang paling sering terjadi fraktur: Kondilus, Angulus, dan Simfisis.
Jenis fraktur mandibula berdasarkan anatomi dapat dilihat pada gambar dibawah ini: (Contohnya adalah fraktur condylar, fraktur coronoid, fraktur angulus, dll).


Hunting bow effect: Mandibula menyerupai busur berburu yang lemah di ujungnya dan kuat di garis tengah, serta kondilus tertutup oleh fossa glenoid. Jadi setiap pukulan ke garis tengah mandibula (Simfisis) dapat menyebabkan fraktur kondilus bilateral. Sedangkan setiap pukulan ke parasimfisis dapat menyebabkan fraktur kondilus kontralateral. 
Hunting Bow Effect

Fraktur Kondilus
  • Dilihat dari posisi openbitenya:
    • Open bite kanan = Fraktur kondilus kiri.
    • Open bite kiri = Fraktur kondilus kanan. 
Lesi coup: Lesi di sisi arah trauma.
Lesi countercoup: Lesi di sisi yang berlawanan dari arah trauma.

Temporo Mandibular Joint (TMJ)

Anatomi TMJ:
  • Fossa glenoidalis.
  • Eminensia artikularis.
  • Kondilus.
  • Diskus artikularis.

Gerakan:
  • Saat buka mulut: Kondilus berada didepan / anterior eminensia artikularis.
  • Saat tutup mulut: Kondilus kembali kedalam fossa glenoidalis.

TMD: Tidak bisa buka mulut, tidak kelainan EO --> clicking.
  • Ankylosis: Tidak bisa membuka mulut sama sekali.
    • Terdapat riwayat trauma.
    • Fibrous
      • Jaringan fibrosa diantara kapsul sendi dengan fossa.
      • Ciri khas: Bercak-bercak putih intrakapsular di radiograf TMJ.
      • Perawatan: Artroskopi.
    • Bone
      • Tulang menyatu dengan tulang.
      • Ciri khas: Radiopak penyatuan kapsul sendi dengan fossa.
      • Perawatan: 
        • Kondilektomi.
        • Gap artroplasti.
  • Osteoarthritis: Terdapat kristal mineral didalam sendi, menyebabkan sakit saat digerakkan. Terjadi di banyak sendi. Bunyi gemerisik di sendi kanan dan kiri.
  • Rheumatoid arthritis: Terdapat kristal mineral didalam sendi, menyebabkan sakit saat buka dan tutup mulut.
  • Anterior disk displacement: Gejala bunyi patologis di sendi rahang (Clicking, poping, krepitasi).
  • Fraktur TMJ: Ada openbite di salah satu sisi, ada garis fraktur.
  • Dislokasi TMJ: Tidak bisa menutup mulut setelah membuka mulut. 
    • Akut: Baru pertama kali terjadi.
    • Kronik: Sudah sering terjadi, namun pasien datang ke drg karena tidak bisa mengembalikan keadaan / menutup mulut.
    • Kronik rekuren: Sudah sering terjadi, namun pasien sudah bisa memperbaiki sendiri.

Injuri Dentoalveolar
Air paling bagus untuk merendam gigi avulsi = HBSS / Hank's Balanced Salt Solutin.
  • Pilihan kedua: Saline steril.
  • Pilihan ketiga: Susu steril.
  • Pilihan keempat: Saliva, diletakkan di vestibulum.
Gigi desidui tidak boleh direplantasi.
Waktu stabilisasi:
  • Avulsi = 7-10 Hari.
  • Subluksasi (Goyang aja) / Konkusi = 7-10 Hari.
  • Displacement (Labioversi, palatoversi dll) = 2-3 Minggu.
Jenis:
  • Konkusi = Gigi sensitif, tidak ada mobiliti, tidak ada perubahan posisi.
  • Subluksasi = Goyang derajat 2, pergerakan bukal-lingual, tidak ada perubahan posisi.
  • Luksasi Ekstrusi = Pelepasan sebagian ke arah luar soket.
  • Luksasi = Perubahan posisi ke arah labial, palatal, lateral.
  • Luksasi Intrusi = Gigi bergerak kedalam soket.
  • Avulsi = Gigi lepas dari soket.

Teknik Splinting Gigi / Dentoalveolar:
  • Ivy Loop: 1 Gigi.
  • Eyelet: 1 Gigi.
  • Essig: Multipel gigi.
  • Risdon: Multipel gigi.
  • Gilmer: Multipel gigi.
  • Stout wiring: Multipel gigi.
  • Continious wiring: Multipel gigi.
  • Arch bar: Multipel gigi.
Splinting Fraktur Rahang dan Dentoalveolar: IMF / MMF (Intermaxillary Fixation / Maksilomandibular Fixation).

Penegakkan diagnosa dari radiograf.

Fraktur - Mobility grade 1-2 masih bisa splint.
Fraktur - Mobility grade 3 ekstraksi.

Fraktur Elis:

Teknik Anastesi
  • Infiltrasi / Supraperioteal.
  • Mandibular Blok.
    • Akinosi Vazirani: Pasien oklusi sentrik, pasien trismus, target foramen mandibularis.
    • Gow-gates: Target sisi medial leher condyle, teknik direct.
    • Fisher: Target foramen mandibularis, teknik indirect.

Bahan Anastesi
  • Jenis
    • Ester: Kata sebelum "-kain" tidak ada huruf "i".
    • Amida: Kata sebelum "-kain" ada huruf "i".
      • Pehakain isinya lidokain --> Amida.
  • Cara kerja: Memnghambat terbukanya natrium kanal / sodium kanal di ujung reseptor / kanal NA. 
  • Bupifakain -->  Waktu kerja paling lama.
  • Anastesi lokal yang aman untuk pasien kelainan sistemik adalah Mepifacain 3% tanpa epinefrin.
  • Hipertensi --> jika pake epinefrin --> Glikogenolitik effect.
  • Cara hitung anastesi:
    • Berat (mg) dalam 1 ampul: Angka didepan persentase x 20.
    • Ampul maksimal: Dosis maksimal anastesi / berat (mg) dalam 1 ampul.
  • Cara hitung epinefrin / adrenalin:
    • Angka belakang 1.
    • 1000 dibagi angka dibelakang angka 1
    • Contoh: Berapa mg epinefrin 1:80.000 --> 1000 / 80.000 --> 0,0125 mg / ml
      • Maka dalam setiap ampul isi 2 ml --> 0,025 mg / ampul.
Dosisi Maksimal Anastesi Per KG Setiap Jenis:


Impaksi
  • M3 Bawah.
    • Kelas: Perbandingan jarak mesiodistal gigi yang impaksi dengan jarak distal M2 ke ramus asendent
      • Kelas 1: Gigi lebih kecil dari jarak / space.
      • Kelas 2: Gigi sama dengan atau lebih besar dari space.  Atau terpendam sebagian di ramus assendent.
      • Kelas 3: Gigi terpendam seluruhnya.
    • Posisi:
      • A: Titik tertinggi impaksi sejajar dengan oklusal M2 bawah.
      • B: Titik tertinggi diantara oklusal dan servikal M2 bawah. Sejajar servikal.
      • C: Titik tertinggi dibawah / lebih apikal daripada servikal M2 bawah.
  • M3 Atas: Tinggi (Lebih ke apikal); Rendah (Lebih ke koronal).
    • Posisi: Titik terendahnya / yang paling koronal.
      • A: Sejajar dengan oklusal M2 atas.
      • B: Diantara oklusal dan servikal M2 atas. Sejajar dengan servikal.
      • C: Lebih tinggi / superior / apikal dari M2 atas.
    • Angulasi: 
      • Mesioangular.
      • Distoangular.
    • Sinus approximation (SA): 2 mm
      • Non-SA: Jika jarak antar apikal M3 dengan lantai dasar sinus > 2 mm
      • SA: Jika jarak antar apikal dengan lantai dasar sinus < 2 mm.
  • Caninus Atas: C tidak terlihat sama sekali secara klinis.
    • Kelas 1: Semua bagian gigi di palatal.
    • Kelas 2: Semua bagian gigi di labial.
    • Kelas 3: Horizontal, sebagian di palatal, sebagian di labial. 
    • Kelas 4: Vertikal diantara gigi I2 dan P1 RA.
    • Kelas 5: Ada di edentulus maksila. 

Flap
  • Syarat insisi / flap:
    • Insisi dilakukan secara tegas / firm dalam satu tarikan. Ujung blade harus berkontak dengan tulang.
    • Desain flap harus menghindari struktur vital (Pemuluh darah, saraf).
    • Arah insisi dari vestibulum menuju ke gingiva.
    • Khusus insisi envelope: Jarak envelope dengan margin / sulkus gingiva minimal 0,5 mm. Jika kurang dari itu, bisa resesi.
    • Lebar flap harus adekuat.
    • Dasar flap harus lebih besar dibandingkan puncak flap. Memastikan vaskularisasi ke arah flap terjaga.
    • Refleksi bersamaan antara periosteum dan mukosa.
    • Penutupan flap harus dilakukan pada tulang yang intact. 
      • Jika menjahit diatas defek atau diatas tulang yang tidak intact: Tidak ada support --> Death space --> Dehisensi.
    • Mempertimbangkan aspek estetik.
      • Jika papila belum ada defek, jangan sampai diinsisi --> Bisa resesi. 
    • Tidak boleh melakukan penarikan berbelih saat penjahitan --> Bisa dehisensi.
  • Tipe:
    • Semilunar: 
      • Untuk apikoektomi / apeks reseksi; Untuk mengambil ujung apikal yang tertinggal.
      • Indikasi apikoektomi: Telah PSA dan hermetis, namun lesi rekuren atau tidak hilang.
    • Envelope: Pembedahan tulang alveolar di marginal. 
      • Impaksi rahang atas.
    • Triangular flap: Vaskularisasi terjaga, paling bagus. Open method.
      • Ekstraksi transalveolar: Open method.
        • Pengambilan sisa akar yang tertinggal (+Kuretase).
      • Ekstraski intra-alveolar: Ekstraksi biasa.
    • Trapezional: Ada 2 sisi vertikal, kemungkinan dehisensi lebih besar dibandingkan triangular. Untuk lesi besar.
      • Dehisensi: Ketidakmampuan luka untuk menutup luka.
        • Flap tidak diatas tulang intact, ada infeksi, ada kelainan pembekuan darah.

Jenis Blade / Pisau:
  • Nomor 10 = Insisi kulit.
  • Nomor 11 = Insisi abses.
  • Nomor 12 = Insisi sirkular di lesi traumatik seperti fibroma, epulis.
  • Nomor 15 = Insisi mukosa.
  • Nomor 20 = Insisi pembedahan ortopedik.

Ekstraksi
  • Fiksasi:
    • Fiksasi RA: Pinch grasp.
    • Fiksasi RB: Sling grasp.
  • Posisi:
    • Jam 9-11:
      • Bein regio posterior 1 dan 4.
      • Anastesi regio 3 posterior.
      • Ekstraksi regio 4.
    • Jam 6-8: Selain yang disebutkan diatas.
  • Tang Ekstraksi:
    • Gigi Anterior RA: Beak, join, handle (BJH) membentuk garis lurus, degan ujung beak terbuka dan berbentuk bulat.
    • Gigi P1, P2 RA: BJH membentuk huruf S terbalik, dengan ujung beak terbuka dan berbentuk bulat.
    • Gigi M1, M2 RA: BJH membentuk huruf S terbalik, dengan ujung beak terbuka dan bifurkasi atau beak di sisi bukalnya. 
      • Perut handle diarah ke operator.
    • Gigi M3 RA: BJH membentuk sudut / tang bayonet, dengan ujung beak terbuka dan berbentuk bulat (Akar gigi konvergen)
    • Tang akar RA: Bentuk sama dengan tang gigi RA, dengan ujung beak tertutup dan membulat.
    • Gigi Anterior RB: BJH 90 derajat, dengan ujung beak terbuka dan membulat.
    • Gigi P1, P2 RB: BJH >90 derajat, dengan ujung beak terbuka dan membulat.
    • Gigi M1, M2, M3 RB: BJH 90 derajat, dengan ujung beak terbuka dan bifurkasi atau beak ada di kedua sisi.
    • Tang akar RB: Bentuk sama dengan tang gigi RB, dengan ujung beak tertutup dan membulat.

Tahapan:
  • Persiapan alat dan bahan.
  • Persiapan operator.
  • Persiapan pasien.
  • Aseptik.
  • Anastesi.
  • Membuka perlekatan ligamen periodontal dengan periosteal elevator atau bein.
  • Meluksasi gigi dengan bein dari mesial.
  • Memasukkan forcep seapikal mungkin.
  • Meluksasi kombinasi dengan dominan ke bukal, sedikit ke palatal dan sedikit rotasi.
  • Mengekstraksi ke arah buko-oklusal.
  • Periksa kelengkapan gigi.
  • Periksa soket.
  • Menghaluskan gigi dengan bone-file.
  • Kuretase dengan kuret periodontal.
  • Spooling dengan povidone iodine.
  • Bilas dengan saline steril.
  • Pemijatan puncak tulang alveolar.
  • Instruksi untuk mengigit tampon 30-60 menit.
  • KIE.
  • Tanyakan kembali apakah sudah paham.

Suturing
Jenis needle berdasarkan sifat, bentuk penampang, dan panjang:
  • Sifat:
    • Traumatik: Benang dan jarum terpisah. Perlu pasang sendiri, maka dapat menyebabkan skar, sehingga tidak boleh digunakan pada jaringan dengan nilai estetika tinggi.
    • Atraumatik: Benang dan jarum menyatu.
  • Bentuk:
    • Round tapered, oval tapered, triangular --> Untuk organ halus dan gampang robek.
    • Tapered cutting, cutting --> Untuk jaringan tebal seperti mukosa dan kulit.
    • Jahit struktur keras (Kulit, mukosa) = Tappered cut.
    • Jahit organ halus = Tappered blunt.
  • Panjang:
    • Half circle, three quarter --> Lapangan operasi sempit, untuk menghindari cedera jaringan lainnya. 
    • Ukuran lain: One quarter, Three eight.
Teknik Jahit:
  • Simple interupted: Luka kecil.
  • Continious: Ingin dalam 1 tarikan.
  • Figure of 8: Menghentikan pendarahan di soket.
Urutan Penjahit:
  1. Anastesi.
  2. Asepsis.
  3. Debridement --> Menyemprotkan saline steril / chlorheksidin / hidrogen peroksida / betadine.
  4. Merapikan tepi luka --> Untuk melihat apakah ada benda asing dibawah luka.
  5. Debridement kembali.
  6. Irigasi dengan saline steril --> Tidak boleh ada sisa chlorheksidin / hidrogen peroksida / betadine.
  7. Suturing.

Komplikasi dan Preventif

Komplikasi Ekstraksi
  • Pendarahan soket.
    • Penekanan dengan tampon.
    • Penjahitan figure of 8 dengan diberi spongostan.
    • Penjahitan figure of 8 dengan diberi bone wax.
    • Pemberian asam traneksamat --> Hambat aktivasi plasminogen.
  • Pendarahan ekstraoral.
    • Penekanan daerah luka.
    • Elevasi daerah luka lebih tinggi dari jantung.
    • Penekanan pembuluh darah utama / point of pressure.
    • Alternatif point of pressure pakai tourniquet --> Hanya untuk di ekstremitas.
    • Ligasi pembuluh darah.
  • Parastesia.
    • Klasifikasi cedera saraf menurut Seldon:
      • Neuropraxia: Gangguan sensorik, parastesi, kurang dari 2 bulan sembuh sendiri.
      • Axonothmesis: Gangguan sensorik, lebih dari 2 bulan.
      • Neurotmesis: Gangguan sensorik dan motorik.
  • OAC / Oro Antra Communication.
    • Gejala langsung terjadi.
    • Rongga yang terbentuk diantara hidung dengan mulut = Fistula.
      • Fistula belum ada epitelialisasi.
    • Test: Nose blowing test / falsafah.
      • Setelah cabut, masukkan kaca mulut dibawah soket, tutup hidung pasien, instruksikan untuk mengeluarkan udara dari hidung.
      • Bernilai positive jika ada darah yang keluar dari soket.
      • Bernilai negative jika tidak ada darah yang keluar.
    • Jenis
      • Mild: kurang dari 2 mm --> Cukup masukkan spongostan saja.
      • Moderate: 2-6 mm --> Masukkan spongostan dan jahit dengan figure of 8.
      • Large: > 6 mm --> Tatalaksana sama seperti OAF yakni bukal flap atau pedicle flap.
      • Harus diberi Nasal Decongestan (Obat minum) --> Hidung tidak tersumbat --> Tidak bersin.
  • OAF / Oro Antra Fistula.
    • Gejala muncul lebih dari 72 jam.
    • Saluran yang menghubungkan sinus dan mulut sudah dilapisi dengan epitel / Epitelialisasi --> Tidak bisa sembuh.
    • Tatalaksana: Bukal flap atau pedicle flap.
      • Harus diberi Nasal Decongestan (Obat minum) --> Hidung tidak tersumbat --> Tidak bersin.
  • Dry Socket / Alveolitis.
    • Lisisnya endapan darah didalam soket pasca ekstraksi.
    • Dapat dicegah denga mengigit tampon. 
Penghentian Obat
  • Aspirin: 2-5 hari.
  • Kloptidogrel: 5 hari.
  • Heparin: 4 jam.
  • Warfarin: 5 hari --> Tes INR.
    • Minor: INR 2-3.
    • Mayor: INR 1,6-1,9.
Kondisi Sistemik / Operasi
  • Operasi jantung --> Setelah 6 bulan baru boleh tindakan invasif.
  • Pace maker --> Kontra indikasi scaling ultrasonik.
  • Ring jantung --> Gabole perawatan invasif, scaling subgingival, ekstraksi, yang keluarin darah.
    • Menggunakan antibiotik profilaksis --> Cegah Infective Endocarditis (IE).
      • Amoxicilin 2 gram, 1 jam sebelum perawatan.
      • Clindamycin 600 mg, 1 jam sebelum perawatan.
  • Gagal ginjal dan hemodialisis --> 1 hari setelah hemodialisis.
    • Ada heparin
  • Pasien yang akan menjalani radioterapi --> Dilakukan pencabutan / perawatan sebelum radioterapi. Jika setelah radioterapi, bisa terkena komplikasi yang disebabkan penurunan imun pasien.

Kondisi Sistemik Secara Lengkap
  • Hipertensi.
    • Klasifikasi:
    • JNC 8:
  • Obat-obatan yang biasa digunakan:
    • Calcium chanel bloker: Obat yang belakangnya "-dipin".
    • Beta bloker: Obat yang belakangannya "-olol".
    • ACE inhibitor: Obat yang belakangnya "-pril".
    • Obat-obatan yang digunakan:
    • Contoh kasus:
      • TD normal, minum obat hipertensi saja --> Boleh ditindak.
      • Hipertensi tidak terkontrol --> Tidak boleh ditindak.
      • TD normal tapi minum antikoagulan --> Tidak boleh ditindak, harus rujuk ke dokter yang memberikan obat antikoagulan untuk diberhentikan.
        • Contoh obat antikoagulan:
          • Warfarin --> Diberhentikan minimal 5 hari sebelum tindakan.
            • Khusus Warfarin, kita harus tau nilai INR (International Normalised Ratio) sebelum tindakan.
              • Bedah Minor: INR 2-3.
              • Bedah Mayor: INR 1,6-1,9.
              • Jika belum mencapai nilai INR tersebut, maka tidak boleh ditindak karena nilai ini menilai kecenderungan pendarahan pasien. Jika sudah sesuai nilainya, maka kecenderungan pendarahan normal.
          • Heparin --> Minimal diberhentikan 4 jam, yang aman 1 hari sebelum.
          • Aspirin / Asam asetilsalisilat --> Diberhentikan 2-5 hari sebelum tindakan.
          • Clopidogrel --> Diberhentikan 5 hari sebelum tindakan.
    • Bahan anastesi lokal yang boleh:
      • Mepificain 3% tanpa epinefrin.
      • Lidocain 2% tanpa epinefrin.
  • Diabetes Mellitus.
    • Termasuk kelainan Endokrin.
    • Jenis:
      • DM 1: Insulin dependent diabetes melitus: Pankreas tidak bisa menghasilkan insulin sama sekali.
      • DM 2: Non Insulin dependent diabetes melitus: Kerusakan reseptor insulin, pankreas masih bisa menghasilkan insulin tapi jumlahnya kurang.
    • Pemeriksaan:
      • HbA1c: <6,5%
        • Hanya untuk pasien yang telah terdiagnosa DM.
        • Paling akurat untuk mendiagnosa DM terkontrol atau tidak. 
        • Hanya bisa dilakukan per 3 bulan sekali.
      • Gula darah puasa: <126 mg/dl.
        • Pasien belum terdiagnosa, namun mau di-diagnosa.
      • Gula darah sewaktu: 120-200 mg/dl.
        • Pasien yang mau ditindak saat itu juga.
  • Perawatan di pagi hari.
  • Tidak boleh epinefrin / adrenalin --> Meningkatkan glukosa pasien --> DM semakin parah.
  • Bahan anastesi lokal yang boleh:
    • Mepificain 3% tanpa epinefrin.
    • Lidocain 2% tanpa epinefrin.
  • Obat yang biasa digunakan pasien DM:
  • Anemia. 
    • Hb < Normal.
    • Anastesi tidak boleh apinefrin.
    • Jenis anemia:
      • Mikrositik: Ukuran sel kecil.
        • Volume sel darah merah kecil --> MCV (Mean Corpuscular Volume) kecil.
        • Perlu dilihat kembali serum besi nya:
          • Normal: 
            • Thalasemia = Ada kerusakan rantai alfa dan beta globulin.
            • Sideroblastik = Tidak ada kerusakan rantai alfa dan beta globulin.
          • Kurang dari normal:
            • Apakah ada riwayat penyakit kronik? (Hepar, gagal ginjal)
              • Jika tidak ada: Anemia Defisiensi Besi.
              • Jika ada: Anemia karena Penyakit Kronik sehingga eritropoietin (Sel untuk membentuk sel darah merah) tidak bekerja dengan baik.
      • Normositik: Ukuran sel normal.
        • Volume sel darah merah normal --> MCV (Mean Corpuscular Volume) normal.
        • Perlu dilihat kembali retikulosit:
          • Tinggi:
            • Anemia hemolitik: Tidak ada riwayat perdarahan akut.
            • Perdarahan Akut: Ada riwayat perdarahan akut (Habis kecelakaan).
          • Normal atau rendah:
            • Lihat jumlah leukosit dan trombosit:
              • Jika leukosit tinggi, trombosit rendah: Anemia karena Leukemia.
              • Jika tidak ada kelainan (Jumlah normal): Anemia Aplastik.
      • Makrositik: Ukuran sel besar.
        • Volume sel darah merah besar --> MCV (Mean Corpuscular Volume) besar.
        • Perli dilihat nutrisi nya:
          • Metilmalonik acid tinggi: Anemia defisiensi B12.
          • Kurang asam folat: Anemia defisiensi folat.
  • Heart Disease.
    • Ischemic heart disease / Penyakit jantung koroner.
      • Arteri koronaria tersumbat --> Berfungsi memberi nutrisi dan oksigen kepada otot jantung.
        • Lama-lama otot jantung mati --> tidak bisa pompa darah --> Infark.
      • Kasih obat anti-koagulan / pengencer darah --> Tidak terbentuk trombus / gumpalan darah agar tidak semakin menyumbat arteri koronaria.
      • Waspada jika mau melakukan tindakan invasif karena dapat menyebabkan bleeding tidak terkontrol. Harus diberhentikan terlebih dahulu untuk obatnya. 
      • Jika sumbatan > 50%, maka pasien dipasangkan ring / Percutaneous Transluminal Coronary Angiography.
        • Menahan lumen koronaria tetap terbuka --> Pembuluh darah terbuka
      • Perbedaan ring jantung dengan phase maker
        • Phase maker untuk pasien dengan detak jantung yang tidak berarturan. Jadi alatnya memberikan gelombang untuk memperbaiki detak dari otot jantung.
          • Tidak boleh scaling ultrasonic.
        • Ring maker untuk tetap membuka lumen koronaria sehingga pembuluh darah tetap dapat masuk. Jadi tindakan invasif tidak boleh dilakukan sebelum pemberhentian obat.
          • Tindakan invasif: Yang berdarah seperti root planing, scaling subgingival.
      • Tidak boleh epinefrin.
    • Valvular / Katup Jantung dan Penyakit Jantung Kongenital
      • Streptococus Alpha, Beta, dan Delta Hemoliticus --> Masuk ke pembuluh darah --> Inflamasi pada sel otot jantung --> Gangguan pada katup jantung.
      • Boleh dilakukan perawatan invasif hari yang sama, tapi harus beri antibiotik profilaksis 30-60 menit untuk penyakit berikut:
        • Infective endokarditis.
        • Penyakit jantung bawaan.
        • Penyakit katup jantung.
        • Demam rematik.
      • Antibiotik:
        • Amoxicilin 2 gram (Dewasa) atau 50 mg/kg (Anak)
  • Hemofilia.
    • Tipe:
      • A = Defisiensi faktor VIII.
      • B = Defisiensi faktor IX.
      • C = Defisiensi faktor XI.
Obat Antibiotik yang Digunakan Didalam Perawatan:


Penanganan Pasien dengan Kondisi Sistemik:


Penyembuhan Luka
Tahapan Umum:
  • Hemostatis = Endapan darah.
  • Inflamasi.
  • Proliferasi = Matriks ekstraseluler.
  • Remodeling.
Penjelasan Fase Penyembuhan Luka:
  • Fase Hemostasis
    • di fase ini pembuluh darah yang terbuka karena luka akan tertutup oleh blood clot yang terbentuk akibat interaksi faktor-faktor pembekuan darah. di fase ini juga terjadi vasokonstriksi untuk mengurangi volume darah yang berkurang. vasokontriksi ini terjadi akibat kontraksi sel endotel pembuluh darah yang terluka. trombosit yang berkontak dengan kolagen yg ada pada dinding pembuluh darah dan jaringan ikat memicu agregasi trombosit sehingga darah menggumpal menutup luka yang terbuka.
  • Fase Inflamasi
    • bakteri dan mikroorganisme yang masuk dari jaringan yang terbuka memicu respon selular berupa pelepasan mediator-mediator inflamasi sehingga timbul tanda-tanda inflamasi serta dilepaskannya growth factor-growth factor untuk memicu perbaikan sel yang mengalami kerusakan di jaringan tersebut di fase berikutnya.
  • Fase Proliferasi
    • Sel-sel mesenkim yang belum berdiferensiasi di daerah luka akan berproliferasi saat berkontak dengan growth factor seperti: transforming growth factor beta (TGF-β), transforming growth factor alpha (TGF-α), basic fibroblast growth factor (bFGF), insulin-like growth factor-1 (IGF-1), and vascular endothelial growth factor (VEGF) yang dilepaskan pada fase inflamasi. Di fase ini terdapat beberapa peristiwa seperti migrasi fibroblast, produksi kolagen dan matriks ekstraselular yg baru, angiogenesis, pembentukan jaringan granulasi, dan epitelialisasi.
  • Fase Remodelling
    • Jaringan granulasi, serat kolagen, dan matriks ekstraselular yg tetbentuk di fase sebelumnya akan mengalami maturasi. Densitas sel dan ukuran sel di jaringan granulasi akan mengalami penurunan sehingga jaringan yang membengkak di fase sebelumnya akan kembali ke ukuran jaringan semula sebelum jaringan tersebut mengalami luka. Tensile strength jaringan juga mengalami peningkatan di fase ini akibat cross-linking yg terjadi pada serat kolagen yg baru terbentuk.

Tumor
Staging T-N-M:

Perbedaan Tumor Ganas dan Jinak:


Perbedaan Karsinoma dan Sarkoma:

Servikalis Radikulopati
Penjalaran nyeri di area leher dan kepala.
  • C3-C4 = Leher bawah, otot trapezius.
  • C4-C5 = Pundak, lateral lengan, leher.
  • C5-C6 = Ibu jari, dorsolateral lengan, leher.
  • C6-C7 = Jari tengah, dorsolateral lengan, leher.
  • C7-C8 = Jari-jari bagian ulnar, median lengan.
  • C8-T1 = Lengan ulnar saja.

Istilah Bedah
  • Surgical Exposure / Surgical Uncovering / Surgical Windowing: Proses pembuangan tulang diatas gigi impaksi untuk dilanjutkan dengan perawatan orto --> Ditarik ketempat semula dengan orto.
  • Surgical Uprighting: Tulang dibuka, lalu gigi langsung ditegakkan --> Splinting.
    • Indikasi: Apeks terbuka, di gigi permanen muda. Jika dilakukan pada gigi dewasa matur, maka gigi bisa jadi non vital.
  • Jadi tahapannya: Surgical exposure terlebih dahulu, setelah dibuka tulangnya, baru dilakukan surgical uprighting.
  • Germektomi: Pembuangan benih M3.
    • Indikasi: Tidak ada space untuk erupsi gigi M3 sebelum gigi tumbuh.
  • Koronektomi: Tindakan untuk memotong seluruh mahkota tanpa mengambil akar, tujuannya untuk membiarkan akar ekstrusi keatas menjauhi saraf. Ketika sudah jauh dari kanalis mandibularis, maka baru dicabut.
  • Torektomi: Pembuangan torus.
  • Penumatisasi Sinus: Sinus melebar hingga ke apikal akar. Dilihat dari foto radiograf.
  • Perikoronitis: Mukosa disekitar mahkota yang sedang erupsi meradang.
    • Tidak boleh dilakukan pembedahan apapun pada kondisi inflamasi akut ini --> Inflamasi. 
    • Beri pramedikasi di kondisi akut.
    • Jika dilakukan bedah: 
      • Anastesi tidak adekuat.
      • Bleeding besar.
  • Operkulitis: Jaringan yang meradang adalah yang menutupi oklusal gigi yang sedang erupsi.
    • Tidak boleh dilakukan pembedahan apapun pada kondisi inflamasi akut ini --> Inflamasi. 
    • Beri pramedikasi di kondisi akut.
    • Jika dilakukan bedah: 
      • Anastesi tidak adekuat.
      • Bleeding besar.

Catatan Tambahan Keseluruhan
Terminologi:

  • ROSC: Return of Spontaneous Circulation: Kembalinya denyut jantung setelah cardiac arrest.
  • DORV: Double Outlet Right Ventricle: Kondisi menyatunya pembuluh arteri dan pembuluh aorta di ventrikel kanan.

Perbedaan Teknik Pengambilan Lesi:

  • Biopsi Insisi: Pengambilan jaringan normal sebagian kecil (Untuk melihat penyebaran lesi)
    • Untuk lesi besar, ganas.
    • Lesi tidak bertangkai.
  • Biopsi Eksisi: Pengambilan seluruh jaringan terinfeksi dengan melebihkan 2-5 mm jaringan normal  (Mengelilingi lesinya, umumnya untuk lesi berukuran kecil).
    • Konsep biopsi: Memotong jaringan normal.
    • Untuk lesi kecil, jinak.
    • Lesi bertangkai.
  • Ekstirpasi: Pengambilan keseluruhan lesi dari jaringan lunak.
  • Enukleasi: Pengambilan keseluruhan lesi dari jaringan keras.
    • Konsep ekstirpasi dan enukleasi: Mengambil abses / kista secara menyeluruh, namun yang membedakan adalah aksesnya, apakah melalui jaringan lunak atau keras.
  • Marsupiliasi: Pengambilan sebagian lesi dengan menyisakan kantung lesi tersebut. Biasanya terdapat jaringan penting dibawah lesi itu seperti pembuluh darah dan saraf, atau untuk anak-anak yang berada di masa pertumbuhan dengan harapan adanya regenerasi jaringan sehat baru.
    • Untuk kasus ranula.

Perbedaan Jenis Bone Graft Berdasarkan Asal Jaringan:
  • Autograft: Pencangkokan dengan menggunakan jaringan tubuh sendiri.
  • Allograft: Pencangkokan dengan mengunakan jaringan tubuh seorang donor / spesies yang sama.
  • Xenograft / Heterograft: Pencangkokan dengan mengunakan jaringan tubuh spesias lain.
  • Alloplastic graft: Pencangkokan dengan mengunakan bahan sintetik.
  • Kombinasi: Pencampuran dari beberapa jenis jaringan asal.

Kelenjar Saliva
  • Parotis = Stenson
  • Submandibular = Warton --> Sering terjadi infeksi karena anatominya yang kecil dan berkelok-kelok.
  • Sublingual = Bartholin
Sialadenitis = Infeksi pada kelenjar.
Sialotiasis = Pembentukan batu/calculi pada kelenjar.
Sialograf = Alat pemeriksaan --> Radiograf
jika ada benjolan yang dicurigai dari kelenjar, apakah boleh dibiopsi insisi? Jawabannya tidak boleh diinsisi, lakukan saja FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy)

Ekskresi Saliva
  • 70% = Submandibular.
  • 25% = Parotis.
  • 5% Sublingual.

Kandungan Saliva
  • Cystatin / Defensin = Anti Virus.
  • Histatin / Histidin = Anti Jamur.
  • Laktoferin / Lisozim = Anti Bakteri.
  • Statherin = Cegah presipitasi ion fosfat dan kalsium --> Tidak bentuk batu saliva.
  • Mucin = Penelanan.
  • Amylase = Pecah karbohidrat menjadi amillum.
  • Bikarbonat = Menetralkan asam.
  • Histamin = Inflamasi.
  • Gustin = Pengecapan.
  • Epidermal Growth Factor = Proliferasi sel mukosa / epidermis --> Penyembuhan luka.

Contoh Kasus:
  • Jika perdarahan tidak berhenti, maka dilakukan dep tampon dengan adrenalin (Pehacain). 
  • Cek faktor pembekuan darah, jika normal maka perdarahan hanya dari kapiler, sehingga dapat ditangani dengan dep tampon + adrenalin (Dapat berhenti pendarahannya). 
    • Jika masih belum berhenti, berarti faktor pembekuan darah tidak normal, maka dapat diberikan spongostan / hemostatic agent + suturing.
  • Kenapa hipertensi tidak boleh diberikan adrenalin 1:100.000 --> Karena dapat meningkatkan tekanan darah.
  • Pasien hamil mudah gigi berlubang karena kalsiumnya diambil oleh anaknya.
  • Pasien tidak anemia = CRT (Capillary Refill Time) kurang dari 2 detik. 
    • Diperiksa dengan menekan ujung jari hingga putih, lalu dihitung waktunya hingga berubah menjadi merah. 
  • Konsep perawatan kista adalah pengambilan kantung kista secara keseluruhan (Enukleasi). Setelah pengambilan, maka ruang sisanya akan ditempatkan kassa kramisetin, kemudian setelah beberapa waktu dilakukan aff-kassa.
  • Salah satu metode konservatif dalam penanganan ameloblastoma adalah dredging.
  • Jika alergi mata berair, gatal-gatal, dapat diberikan obat Anti-histamin. Untuk mengetahui obat apa yang menyebabkan alergi adalah dapat menginstruksikan pasien untuk meminum obat dengan jeda diantaranya (Jam 1 sefadroxil, jam 3 ibuprofen, dst). Instruksikan pada pasien untuk mencatat obat yang menyebabkan rekasi (Gatal, mata berair) dan instruksikan jangan digunakan lagi. 
  • Two rounded bones / low back pain: Terjadi karena compression fatigue yang mempunyai efek lokal saraf terjepit.
  • Jika hipotensi (110/70) --> Penundaan pencabutan gigi karena bisa menyebabkan syok hipovolemik.

Klasifikasi ASA untuk Status Fisik Pasien:

Pemeriksaan
  • SGOT, SGPT = Pemeriksan hati --> Sklera kuning, kulit kuning.
  • HDL, LDL = Pemeriksaan kolestrol.
  • Pemeriksaan darah rutin (6 Pemeriksaan).
    • Hemoglobin / Haemoglobin (Hb).
    • Hematokrit (Ht).
    • Leukosit: hitung leukosit (leukocyte count) dan hitung jenis (differential count).
    • Hitung trombosit / platelet count.
    • Laju endap darah (LED) / erythrocyte sedimentation rate (ESR).
    • Hitung eritrosit (di beberapa instansi).
  • Pemeriksaan darah lengkap.
  • Ureum dan kreatinin = Analisa urin --> Fungsi ginjal.
  • HbA1c: <6,5%
    • Hanya untuk pasien yang telah terdiagnosa DM.
    • Paling akurat untuk mendiagnosa DM terkontrol atau tidak. 
    • Hanya bisa dilakukan per 3 bulan sekali.
  • Gula darah puasa: <126 mg/dl.
    • Pasien belum terdiagnosa, namun mau di-diagnosa.
  • Gula darah sewaktu: 120-200 mg/dl.
    • Pasien yang mau ditindak saat itu juga.
  • CT (Clothing Test) dan Bleeding Test (BT) = Pemeriksaan gangguan perdarahan. 
  • HBsAg dan Anti HBsAg: Pemeriksaan hepatitis.

OSCE
Station 1: Pemeriksaan Nodus Limfatikus
  • Persiapan alat dan bahan
  • Posisi pasien: Duduk tegap, kepala agak nunduk.
  • Posisi operator ada di belakang pasien.
  • Tiga jari di kedua tangan, lakukan palpasi sistematis dengan tekanan ringan.
    • Submental, dibawah dagu, lakukan penekanan perlahan. Penyusuran ke posterior hingga ke submandibula, menyusuri inferior border of mandible
    • Lakukan palpasi ke superior area preaurikular, menelusuri ramus mandibularis.
    • Palpasi kearah belakang telinga, area postaurikular.
    • Instruksikan pasien menengok ke salah satu sisi (jika mau periksa kanan, maka pasien nengok kiri). Pemeriksaan di daerah servikal, menelusuri otot sternokleidomatoideus. 
    • Instruksikan pasien untuk menengok ke arah lain dan lakukan palpasi kembali di otot sternokleidomastoideus.
    • Palpasi di daerah supra dan infra klavikula.
  • Catat di rekam medis pasien:
    • Teraba atau tidak nodus limfatikus didaerah tersebut.
    • Ada tidaknya nyeri tekan saat dilakukannya palpasi.
    • Konsistensi dari nodus limfatikus yang teraba: Keras, lunak, kenyal.
      • Jika keras, ada kemungkinan keganasan.
      • Jika lunak, normal.
      • Jika kenyal, ada infeksi --> Ada cairan limfatik yang berlebih.
  • Tujuan: Mengetahui perluasan penyakit.

Station 2: Pemeriksaan Otot-Otot Mastikasi pada Pasien
  • Otot Mastikasi: Masetter, pterigoid lateral, pterigoid medial, bucinator, temporal, sternokleidomastoideus, trapezius.
  • Lakukan palpasi menggunakan 3 jari di kedua tangan. 
    • Yang pertama diperiksa adalah otot masetter (Gambar A). Posisi operator ada di depan kanan pasien. Lakukan palpasi di 2 jari diatas area angulus mandibularis, pasien dalam posisi istirahat. Tentukan ketegangan tonus otot. Hipertonus (Tegang sebelum oklusi); Hipotonus (Lunak); Isotonus (normal). Instruksikan pasien untuk oklusi sentrik, lalu lakukan palpasi saat pasien beroklusi. Amati apakah ada nyeri tekan atau tidak. Lakukan pencatatan di RM pasien.
      • Tonus otot sebelum oklusi sentrik.
      • Nyeri saat penekanan.
    • Otot kedua adalah otot temporalis kanan dan kiri (Gambar B). Posisi operator dibelakang pasien, pasien duduk tegap. Lakukan palpasi di daerah temporalis. Tentukan ketegangan tonus otot disaat istirahat. Instruksikan kepada pasien untuk oklusi sentrik, lalu lakukan palpasi ringan pada otot. Amati apakah ada nyeri tekan atau tidak. Lakukan pencatatan di RM pasien.
    • Otot ketiga adalah otot trapezius (Gambar C). Pasien menunduk, operator ada didepan kanan. Lakukan palpasi otot dalam kondisi istirahat, amati tonus otot trapezius. Instruksikan pasien untuk oklusi sentrik, lalu amati apakah ada nyeri tekan. Lakukan pencatatan di RM.
    • Otot keempat adalah otot Sternokleidomastoideus (Gambar D). Posisi pasien sedikit menengadah, operator berada di depan kanan pasien. Lakukan palpasi otot SKM saat posisi istirahat. Amati tonus otot tersebut. Instruksikan pasien oklusi sentrik sambil penekanan ringan pada otot. Amati ada tidaknya nyeri tekan saat oklusi sentrik dan dilakukan palpasi. Lakukan pencatatan di RM.
    • Otot kelima adalah otot mylohyoid (Gambar E). Posisi pasien sedikit menengadah, operator ada di belakang kanan pasien. Palpasi otot dengan dua tangan dan amati tonus otot saat istirahat. Instruksikan pasien untuk menelan ludah dan lakukan penekanan ringan pada otot dasar mulut tersebut. Amati apakah terdapat nyeri ketika dilakukan penekanan. 
    • Otot keenam adalah otot pterigoid medialis dan lateralis. 
      • Lateralis:
        • Pertama: Posisi pasien duduk tegap dengan pandangan lurus dan oklusal sejajar lantai. Posisis operator ada di sebelah kanan depan. Instruksikan pasien untuk memprotrusikan rahang bawah kearah anterior secara maksimal dan perlahan. Catat apakah terdapat rasa nyeri disaat pergerakkan. 
        • Kedua: Instruksikan pasien untuk istirahat. Letakkan ibu jari operator di area simfisis mandibularis, lalu instruksikan pasien untuk mendorong rahang bawah kedepan sambil dilakukan penekanan ke arah posterior. Tanyakan kepada pasien, apakah terdapat nyeri saat rahang bawah bergerak dan tanyakan posisi disisi manakah rasa nyeri muncul: Kiri, kanan atau keduanya. 
      • Medialis:
        • Posisi pasien duduk tegak, bidang oklusi sejajar lantai. Operator ada di depan pasien. Operator memasukkan jari telunjuk kedalam mulut pasien. Lakukan penekanan secara ringan di sisi medial ramus superior, 1-2 cm di lateral tuberositas maksilaris. Apakah terdapat nyeri tekan. Lalu bandingkan dengan sisi kontralateral: Kanan, kiri atau keduanya. 

Station 3: Ekstraksi Gigi 31
  • Alat dan bahan:
    • Alat dasar.
    • Cotton roll dan pellet.
    • Anastesi: Ampul, povidone, syiringe, laurtan anastesi.
    • Bein / elevator.
    • Forcep: Beak membentuk huruf L, Kedua ujung membulat dan terbuka
    • Kuret.
    • Spuit dan larutan irigasi.
  • Preface: APD level 3, alat dan bahan.
  • Posisi pasien: Tegap, oklusal sejajar lantai, mulut sejaja siku operator.
  • Antisepsis dan asepsis dengan povidone iodine, gerakan memutar dari dalam keluar.
  • Anastesi topikal didaerah yang akan dianastesi.
  • Putar ampul, sampai cairan terkumpul dibawah.
  • Tutup kepala ampul dengan kasa steril lalu dipatahkan di titik indikator, menjauhi operator. 
  • Siapkan spuit, kencangkan spuit dan dorong udara. Buka tutup spuit dengan satu tangan.
  • Lakukan aspirasi dengan memiringkan ampul
  • Setelah terisi semua, ketuk perlahan dan dorong plungger agar udara keluar.
  • Retraksi mukobukofold.
  • Insersikan jarum pada mkobukofold, bevel mengahdap tulang.
  • Masukkan 2-3 mm. Aspirasi. Jika negatif, deposisikan 1-1,5 cc untuk anastesi nervus insisif / mentale. Jika positive, tarik jarum perlahan dan insersikan di tempat lain. 
  • Keluarkan jarum.
  • Insersikan jarum di interdental labial sedalam 1-2 mm, dengan bevel jarum menghadap ke lingual. Aspirasi. Jika negative, maka deponirkan sebanyak 0,5 cc.
  • Cek anastesi dengan menjepit mukosa yang akan dilakukan ekstraksi. Jika sudah bekerja, maka lepaskan perlekanan disekitar gigi dengan menggunakan ekskavator.
  • Lakukan elavasi gigi dengan menggunakan bein atau elevator. Insersikan ujung bein di interdental, dengan blade menghadap gigi dengan tumpuan di tulang alveolar. Lakukan pemutaran bein 180 derajat sambil fiksasi tulang labial dan lingual dengan teknik sling grasp.
    • Sling grasp: Telunjuk dan jari tengah atau telunjuk dan ibu jari. 3 jari lainnya fiksasi di dagu.
    • Pinch grasp: Telunjuk dan ibu jari, namun 3 jari lainnya tidak fiksasi. Biasanya untuk RA.
  • Jika gigi telah terasa terangkat, maka lakukan luksasi menggunakan forcep. Adaptasikan seapikal mungkin, lalu gerakkan luksasi ke arah bukal dan lingual secara perlahan.
  • Jika gigi telah terasa longgar, lakukan ekstraksi dengan arah labio-insisal.
    • Jika posterior, buko-oklusal.
  • Evaluasi kelengkapan gigi dari mahkota hingga apikal.
  • Jika sudah lengkap, maka lakukan kuretase apikal.
  • Identifikasi apakah tepi tulang yang tajam. Jika ada, maka kita haluskan dengan bone file.
  • Irigasi dengan klorheksidin atau povidone iodine.
  • Pijat soket / adaptasi jaringan. Tujuan untuk mengembalikan posisi tulang yang terelevasi.
  • Instruksikan gigit tampon 30-60 menit.
  • KIE pasca tindakan:
    • Tidak makan 30-60 menit.
    • Jangan memainkan luka pencabutan.
    • Jangan kumur terlalu keras.
    • Jangan makan pedas dan panas.
    • Jangan menhisap luka.
    • Jaga OH, sikat gigi 2 kali sehari.
    • Kontrol 1 minggu atau jika pasien mengalami nyeri.
  • Apakah ada yang mau ditanyakan kembali? (Feedback)
  • Boleh kasih obat jika perlu.

Station 4: Kegawatdaruratan

Kasus: Shock Anafilatik
  • Kasus apapun, jika ada penurunan kesadaran, maka hentikan semua tindakan yang dilakukan.
  • Periksa kesadaran pasien, AVPU
    • Aware
    • Verbal
    • Pain --> Mengepalkan tangan, dengan buku jari, maka gesekkan pada dada / sternum secara vertikal.
    • Unresponsif.
  • Telfon ambulans
  • Shock anafilatik: Posisikan trendilengburg
  • Cek CAB
    • Circulation --> Palpasi carotid. Dikanan atau kiri jakun. Jika posisi disebelah kanan, maka palpasi di leher sebelah kanan. Ada tidaknya pulsasi.
    • Airway.
    • Breathing.
      • Cek Airway dan breathing bersamaan:
        • Look: Dada naik turun atau tidak.
        • Feel:Rasakan hembusan nafas.
        • Listen: Dengarkan suara nafas. 
    • Lakukan ini semua dalam waktu 10 detik.
    • Hilang nadi pasti hilang nafas.
    • Hilang nafas, belum tentu hilang nadi. 
  • Jika CAB aman, injeksi epinefrin dosis 1:1000, 0,3-0,5 cc intermuskular di muskulus deltoideus (Di bahu, di paha - femoralis). Injeksi 1-2 cm.
    • Anak 0,01 - 0,03 ml/kg.
  • Evaluasi setiap 5 menit.
  • Jika tidak perubahan, maka ulangi dosisnya maksimal 3 kali, selang 5 menit.
  • Setelah injeksi epinefrin, kita pasang nasal canul. Maksimal 6-8 L / menit. 
  • Yang ditakutkan, antigen masih ada didalam dan relaps. Oleh sebab itu perlu dibawa ke rumah sakit. 
  • RJP diindikasikan saat henti napas dan henti jantung. Jika CAB aman, maka tidak perlu RJP. 

Station 5: Kegawatdaruratan

Kasus: Henti nafas dan henti jantung / Cardiac arrest
  • Hentikan semua perawatan.
  • Pindahkan pasien ke permukaan keras dan datar.
  • Cek kesadaran, AVPU
  • Aktifkan PSDGP / Telpon ambulans.
  • Cek CAB.
  • Jika tidak ada CAB, lakukan kompresi eksternal jantung
    • Titik kompresi di 3 jari di atas procesus sifoideus. 3 Jari diatas ulu hati. Harus tepat ditengah, agar tidak mencederai hepar dan rusuk.
    • Kompresi kedalaman 5-6 cm / 2-3 inch.
    • Kecepatan 100-120 x / menit.
    • Harus complete recoil: Tunggu dada naik dulu setelah kompresi pertama.
    • Tempatkan tumit tangan yang dominan di dada pasien, lalu fiksasi dengan tangan sebelahnya.
    • Yang didorong adalah bahu, jadi harus lurus.
    • Posisi oeprator boleh dikanan atau dikiri. 
  • 1 Siklus: Kompresi 30 kali, ventilasi 2 kali. 
  • Sebelum ventilasi, lakukan manufer airway --> head tilt chin lift.
  • Lakukan pemberian napas secara mouth to mouth / mouth to mask / ambu bag sebanyak 2 kali dengan udara ekspirasi biasa, sampai dada terangkat / mengembang selama 1 detik.
  • Pemberian nafas buatan pada dewasa: Tutup mulut dan hidung pakai tangan.
  • Jika sudah 5 kali siklus atau 2 menit, maka lakukan evaluasi (Tidak boleh lebih dari 10 detik):
    • Cek CAB.
    • Jika belum ada nafas spontan, lakukan lagi. 
    • Oropharyngeal airways (OPA) --> Alat untuk menjaga agar lidah tidak terjatuh ke posterior. Dipasangkan sebelum kompresi eksternal. Harus dipastikan bahwa pasien tidak sadar agar pasien tidak muntah.
      • Pertama, pilih ukuran OPA yang sesuai, jarak dari sudut bibir ke sudut rahang.
      • Jika kekecilan, dorong lidah ke belakang. Jika terlalu besar, melukai orofaring.
      • Arahkan ujung OPA menyentuh palatum pasien hingga 1/2 bagian OPA masuk.
      • Jika sudah 1/2 masuk, maka putar 180 derajat hingga ujungnya berada di orofaring.
  • Jika masih belum ada nadi dan nafas --> Dilanjutkan siklusnya
  • Untuk bayi anak / 1 penolong: 30:2.
  • Untuk bayi anak / 2 penolong: 15:2.
    • Bayi: Kedalam 4 cm.
    • Anak (Sebelum ada ciri seks sekunder): Kedalaman 5 cm.
  • Bayi 1 penolong: Kompresi dengan 2 jari, telunjuk dan jari tengah.
  • Bayi 2 penolong: Kompresi dengan 2 ibu jari
  • Pemberian nafas buatan pada bayi/anak: Tutup mulut dan hidung pakai mulut.
  • Jika circulation ada, nafas belum ada:
    • Rescue breathing: Berikan nafas setiap 5 detik sekali sebanyak 20 kali (Dewasa). Berikan nafas setiap 3 detik sebanyak 5 kali (Anak / bayi).
  • Jika sudah ada nadi, sudah ada nafas:
    • Posisi recovery.
      • Orang hamil: Hadap ke kiri. Karena di sebelah kanan ada vena kava inferior, sehingga sirkulasi darah ke jantungnya tidak tertutup.
      • Orang biasa: boleh kanan atau kiri.
      • Tujuan: Untuk mencegah muntah yang masuk lagi kedalam mulut. 
      • Cara: 
        • Tekuk kaki dan tangan yang jauh dari posisi operator. 
        • Kaki ditekuk keatas.
        • Tangan ditekuk ke arah pipi.
        • Tangan yang dekat dengan posisi operator, naikkan ke atas.
        • Gulingkan pasien kearah operator.
        • Pantau terus CAB.
    • Jangan lansgung dipulangkan, harus ke IGD untuk evaluasi. 
  • Kondisi yang mengharuskan kita berhenti untuk sementara:
    • Pemindahan pasien.
    • Jika pasien ingin dipasangkan AED / Automated External Defibrillator. 
      • Pasang di dada kiri atas dan dada kiri bawah. 
  • Kondisi penghentian permanen:
    • Operator kelelahan.
    • Ada tanda-tanda kematian biologis: Dilatasi pupil, lebam mayat, kaku mayat.
    • Trauma fatal.
    • Jika sudah ada nadi dan nafas spontan.

Station 6: Tanda Vital
  • Tekanan darah
    • Gulung lengan baju jika memungkinkan. Jika tidak bisa, tida masalah.
    • Posisi tangan setinggi jantung.
    • Palpasi arteri brakialis dan arteri radialis (Pergelangan tangan). 
    • Spigmomanometer / Alat tensimeter disiapkan setelah tensi sudah teraba
    • Spigmomanometer dipastikan dalam posisi terbuka. Agar raksanya turun.
    • Pasang manset dan posisikan indikator sejajar dengan arteri brakialis. 
    • Kunci / eratkan manset.
    • Kunci pompa manset sambil melakukan palpasi radialis.
    • Setelah radialis dipalpasi, pompa manset hingga pulsasi radialis tidak teraba. Naikkan 20-30 ml HG.
    • Pasangkan stetoskop, lalu posisikan diafragma tepat diatas indikator manset / diatas arteri brakialis. 
    • Lakukan pemutaran kunci pompa secara perlahan sambil mendengarkan bunyi korokof. Bunyi korokof 1 dan 5 akan digunakan untuk penetuan tekanan darah.
      • Angka yang terbaca pada bunyi korokof 1 adalah nilai sistolik.
      • Angka yang terbaca pada bunyi korokof 5 adalah nilai diastolik.
    • Pencatatan tekanan darah di RM.
    • Interpretasi:
      • JNC 8
  • Nadi
    • Palpasi arteri radialis dengan 2/3 jari, lalu nyalakan stopwatch hingga 60 detik. Hitung frekuensi nadi selama 60 detik.
    • Catat jumlah nadi.
    • Lakukan interpretasi nadi:
      • Normal: 80-100 x / menit.
      • Takikardi: >100 x / menit.
      • Bradikardi: <80 x / menit
  • Respirasi
    • Naik 1 - Turun 1 : 1 Frekuensi
    • Melihat frekuensi naik-turun dada.
    • Lakukan interpretasi 
      • Normal: 12-20 x / menit
      • Takipne
      • Bradipne
  • Suhu
    • Disinfeksi ujung termometer dengan alkohol swab.
    • Lakukan kalibrasi dengan mengkibaskan termometer hingga air raksa dibawah 35.
    • Selipkan ujung termometer di aksila pasien.
    • Tunggu 1-2 menit.
    • Lepaskan termometer.
    • Pembacaan suhu.
      • Suhu inti: Paling akurat adalah anus.
    • Interpretasi suhu:
      • 36-37: Normal / afebris.
      • 37-38: Subfebris.
      • 39-40: Febris.
      • >40: Hiperpireksia.
      • <35: Hipotermia.

Station 7: Pencabutan Alternatif

Obat anastetikum:
  • Ester: Ngga ada huruf I sebelum "-kain".
  • Amida: Ada huruf I sebelum "-kain".
Cabut: Transalveolar / open method  / open flap --> Karena tidak bisa dicabut dengan teknbik konvensional.
Jika tidak ada flap, termasuk ke intraalveolar.
Alat dan bahan:
  • Aldas.
  • Set anastesi.
  • Cotton rol and pellet.
  • Nierbeken.
  • Povidone iodine.
  • Raspatorium.
  • Blade nomor 15.
  • Scalpel.
  • Kasa steril.
  • Bur tulang bulat dan fissure.
  • Hand piece straight low piece.
  • Suturing set: Needle, needle holder, benang, pinset chirugis, gunting benang.
  • Bone file.
  • Kuret apikal.
  • Bein.
  • Tang.
  • Suction.
  • Saline steril dan syiringe.
Tahapan:
  • Preface.
  • Asepsis.
  • Anastesi.
  • Insisi desain triangular denagn blade nomor 15.
  • Refleksi / retraksi flap dengan menggunakan rasparatorium. 
  • Pembuangan tulang di sekitar gigi yang akan diambil.
    • Buat 3 titik pedoman di bagian mesiobukal, midbukal, dan distobukal dengan bur tulang bulat, kedalaman 2-3 mm.
    • Satukan ketiga titik pedoman tersebut dengan bur tulang fisur sampai permukaan gigi terlihat jelas. 
    • Lakukan pengeburan tulang secara intermiten sambil diirigasi dengan saline steril secara continious. 
  • Lakukan elevasi menggunakan bein sembari fiksasi dengan teknik yang sesuai - sling grasp.
  • Fragmen terangkat, lakukan luksasi dengan forcep. Jepit gigi dengan forcep, posisikan seapikal mungkin dengan gerakan buko-oklusal.
  • Cek kelengkapan gigi.
  • Periksa fragmen di soket.
  • Identifikasi tulang disekitarnya apakah ada yang tajam dengan palpasi.
  • Haluskan dengan bone file.
  • Kuret apikal.
  • Irigasi.
  • Spongostan.
  • Penjahitan teknik figure of eight pada bagian kavitas.
  • Penjahitan simple interupted pada bagian vertikalnya.
  • Gigi tampon.
  • KIE.
Konsep flap: Dasar flap harus lebih besar diabndingkan puncak flap. 
Komplikasi: Dehisensi --> Akibat pencabutan terlalu kencang atau dasar flap yang lebih kecil dibandingkan puncak flap.

Station 8: Dry Socket

Kasus: Dry socket / alveolitis.
Tatalaksana:
  • Preface
  • Asepsis, antisepsis
  • Posisi operator, pasien.
  • Kassa direndam didalam saline hangat atau klorheksidin gluconate, ulaskan pada permukaan pseudomembran untuk membersihkannya.
  • Setelah bersih, maka lakukan irigasi dengan saline hangat hingga semua debris keluar. 
  • Tidak boleh dikuretase --> Bakterimia.
  • Lakukan dressing, pasta metronidazol, masukkan sampai penuh tanpa tekanan.
  • Gigit tampon.
  • KIE.
Resep obat:
Antibiotik: 5 Hari
Analgesik: 3 Hari
Kasih antiinflmasi untuk meredakan soketnya.
  • R/ Metronidazole / Amox tab 500 mg No.XV
    • S 3 dd 1 tab PC
  • R/ Asmef tab 500 mg No.IX
    • S 3 dd 1 tab PC PRN

Station 9: Abses Vestibular

Kasus: Abses vestibular
Letak apikal lebih superior daripada otot bucinator karena gigi bawah.
Jika lebih superior dari masetter, maka jadi abses submasetter.
Langkah:
  • Antisepsis, asepsi.
  • Anastesi topikal.
  • Identifikasi bagian yang fluktuatif. Cari permukaan yang paling inferior. Agar pus bisa keluar mengikuti arah gravitasi. 
  • Tentukan titik insisi di inferior dan plaing fluktuatif.
  • Lakukan insisi dengan blade nomor 11.
    • Teknik: Step incision. Tusuk mentok tulang.
  • Lakukan pemijatan hingga seluruh pus keluar. 
  • Lakukan diseksi tumpul / blund disection didalam rongga abses dengan cara memasukkan hemostat kedalam rongga abses dalam keadaan tertutup, lalu buka hemostat didalam rongga abses diseluruh permukaannya. 
  • Pijit lagi hingga seluruh pus keluar.
  • Irigasi povidone iodine.
  • Rubber grain, direndam di povidone iodine 5 menit, masukkan kedalam rongga abses.
    • Kita sisakan sekitar 1 cm diluar rongga abses.
  • Penjahitan dengan teknik simple interupted di salah satu sisi untuk fikasasi rubber drain.
  • KIE, kontrol 1 hari.
  • Obat:
    • Kombinasi antibiotik: Amox 500 3 dd 1 + Metro 500 3 dd 1.
    • Antiinflmaasi: Asmef / kalium diklofenak.

Station 10: Anastesi

Teknik anastesi lokal: Teknik blok nervus inferior alveolar dan infiltrasi bukalis

1 ampul: 2 x 20 mg = 40 mg lidocain.
Hitung dosis 1 ampul: 40 mg
Dosis maksimal: 50 x 7 = 350 mg
Dosis: 350 / 40 = 8,75.
Perlu 8,75 ampul maksimal.

Urutan:
  • Preface.
  • Asepsis antisepsis: Povidone iodine gerakan sentrifugal dari dalam keluar.
  • Posisi operator: dari samping kanan.
  • Persiapan anastesi.
  • Anastesi:
    • Lakukan penelusuran linea obliq eksterna dari samping kanan pasien menggunakan ibu jari atau telunjuk sampai setinggi oklusal. Lakukan fiksasi dengan ujung jari didaerah cekungan yang disebut koronoid notch, lalu imsersikan jarum dari kontralateral regio premolar ke koronoid notch sampai ujung jarum bertemu tulang dengan bevel menghadap tulang. 
    • Ubah angulasi menjadi ipsi lateral, sejajar bidang oklusal. Telusuri tulang hingga tidak terasa tulang. Setelah itu lakukan perubahan angulasi menjadi kontralateral. Aspirasi. Negative, deposisikan 1-1,5 mm untuk anastesi nervus alveolaris inferior.
    • Tarik jarum 1-2 mm, aspirasi kembali. negative, deposisikan 0,5-1 cc untuk anastesi nervus lingualis.
    • Tarik keluar, infiltrasi bukalis lombus. Retraksi mucobukofold, insersikan jarum 1-2 mm. Aspirasi, negative, deposisika 0,5 cc untuk anastesi nervus bukalis lombus.
  • Periksa anastesi apakah sudah bekerja atau belum. 

Station 11: Replantasi

Rencana perawatan: Penjahitan, Debridement, Replantasi dan Splinting.
Alat dan bahan: 
  • Suturing set
  • Diagnostic set
  • Poviodne iodine
  • Saline
  • Tampon
  • Kassa
  • Anastetikum
  • Gunting 
Merawat luka:
  • Asepsis antisepsis.
  • Anastesi --> Infiltrasi.
  • Debridement.
  • Jika tepi luka tidak beraturan: Dirapikan.
  • Irigasi.
  • Penjahitan dengan teknik simple interupted. 
  • Kontrol pendarahan.
  • Pemeriksaan apakah masih ada darah yang rembes atau tidak. Tepi harus rapat dan tidak boleh tumpang tindih. Pastikan luka tidak tension (Bisa dehisensi).
Avulsi:
  • Lakukan pembersihan gigi secara perlahan dengan memegang mahkota bisa dengan pinset ataupun tangan, dibawah saline steril yang mengalir hingga semua kotoran bersih.
  • Irigasi soket dengan saline steril.
  • Masukkan kedalam soket secara perlahan, tanpa tekanan kedalam soket yang telah dibersihkan.
    • Tidak boleh menyikat akar. Golden time 1 jam. Jika melebihi, harus sering kontrol karena prognosis semakin memburuk.
    • Jika lebih dari 1 jam, rendam dulu untuk rehidrasi dengan HBSS 15 menit.
  • Menggigit ringan cotton roll / tampon secara perlahan hingga insisal sejajar dengan insisal gigi sebelahnya.
Splinting:
  • Ukur panjang kerja dengan dental floss.
  • Potong wire (diameter 0,3 mm) sepanjang kerja.
  • Lakukan aplikasi etsa di 1/3 tengah labial gigi-gigi yang akan displinting selama 10-15 detik. Bilas hingga chalky white.
  • Bonding agent.
  • Komposit.
  • Light cure.
  • Cek oklusi dengan articulating paper.
  • Occlusal adjustment.
  • Poles.
  • Wajib Ronsen.
KIE:
  • Diet lunak.
  • Jaga OH.
  • Jangan gigit menggunakan gigi yang dirawat.
  • Pakai alat bantu interdental brush.
  • Kontrol: 1 minggu setelah.
  • Fiksasi selama 7-10 hari untuk avulsi.
    • Diperiksa kondisi periodontal.
Resep:
  • Antibiotik: Amox 500 mg NoXV.
  • Antiinflamasi: Asmef.
  • Chlorhexidine --> Ada benda asing.
  • Rujuk IGD --> Anti tetanus. Cegah terjadinya tetanus.
Imobilisasi:
  • Gigi subluksasi / avulsi: 7-10 hari.
  • Displacement (Labioversi, palatoversi): 2-3 minggu.
  • Melibatkan rahang: 2-4 bulan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Latihan Soal (Seluruh Departement)

PROSTODONSIA (Catatan UKMP2DG)