Komposit (Preparasi, Teknik Layering - Restorasi Kelas 1/I , Komposisi, C-Factor, Sistem Adhesif)

Preparasi

Konsep Dasar Preparasi:

  • Struktur gigi yang tidak didukung oleh enamel dihilangkan.
  • Defek atau karies dihilangkan.
  • Struktur gigi yang tersisa harus kuat.
  • Jaringan pulpa terlindungi.
  • Bahan restorasi mampu dipertahankan baik estetik maupun fungsinya.

Objektivitas Preparasi:

  • Menghilangkan semua kerusakan dan memberikan perlindungan yang diperlukan pulpa.
  • Mempertahankan restorasi sekonservatif mungkin.
  • Membentuk preparasi gigi sehingga tidak fraktur dan tidak berpindah dibawah gaya mastikasi.
  • Menyediakan pengganti fungsi dan estetik restorasi.

Prosedur sebelum Preparasi:

  • Prosedur klinis inisial, berupa pemeriksaan lengkap, diagnosis dan rencana perawatan.
  • Anatesi lokal, biasanya dibutuhkan untuk berbagai prosedur operative. Anastesi dapat digunakan untuk membuat pasien nyaman dan mencegah interupsi saat prosedur dan biasanya mereduksi saliva.
  • Persiapan daerah kerja, diperlukan untuk membersihkan area kerja (gigi yang akan direstorasi), menggunakan slumy of pumice untuk menghilangkan plak, pelikel, dan superfisial stains. Langkah ini membuat area kerja lebih reseptif terhadap bonding.
  • Pemilihan shade. Shade gigi harus ditentukan sebelum gigi tersebut kering, gigi yang kering menjadi lebih terang shadenya, karena berkurangnya translucency. Sepertiga insisal gigi biasanya lebih terang dan lebih translusen dibandingkan sepertiga servikal, sedangkan dua per tiga gigi merupakan campuran warna insisal dan servikal. Gunakan cahaya alami untuk menentukan shade. Shade guide diletakan didekat gigi pasien untuk menentukan warna general. Spesifik shade tab dipilih dan diletakan disamping area gigi yang akan direstorasi. Tentukan pilihan shade jangan lebih dari 30 detik.
  • Isolasi daerah kerja, dapat menggunakan rubber dam atau cotton roll.
  • Hubungan oklusal.

Tahap Insial Preparasi:
  • 1. Menentukan dan membuat outline form dari initial depth (1,5-2 mm).
    • Tahap ini bertujuan untuk menempatkan batas preparasi pada posisi dimana batas ini akan digunakan pada preparasi akhir. Prinsipnya yaitu, semua enamel yang tidak mendukung dibuang, semua defek harus dihilangkan, semua margin harus ditempatkan pada posisi untuk memenuhi finishing margin yang baik. Faktor yang mempengaruhi bentuk outline diantaranya, perluasan lesi karies, kondisi estetik, kontur gigi tetangga, dan konfigurasi cavosurface margin. Fitur pada tahap ini diantaranya, mempertahankan kekuatan cusp, mempertahankan kekuatan marginal ridge, meminimalisir perluasan fasiolingual, menghubungkan dua defek/preparasi yang berdekatan, dan membatasi kedalaman preparasi. Pada tahap ini, perluasan margin ditentukan sampai struktur gigi yang sehat, margin tidak boleh berakhiran pada daerah ekstrim, jika perluasan mencapai satu hingga satu setengah inklinasi cusp maka diperlukan cusp capping, dan melakukan perluasan outline agar akses mudah.
  • 2. Primary resistance form.
    • Bentuk dan penempatan dinding preparasi yang membuat gigi dan restorasi dapat bertahan tanpa fraktur, gaya mastikasi tersalurkan dengan baik pada sumbu panjang gigi. Dinding pulpa dan gingiva dipreprasi tegak lurus terhdap sumbu panjang gigi untuk mencegah gigi fraktur dan efek gesekan. Pada tahap ini dapat dilakukan penempatan bevel pada semua cavosurface margin email prepasi dengan kemiringan 110 derajat dan lebar 0,5mm.
  • 3. Primary retention form
    • Bentuk preparasi konvensional yang menghindari restorasi bergeser atau hilang akibat lifting force. Komposit memiliki sifat adhesi, sehingga memiliki retensi secara mikromekanikal.
  • 4. Conviniece form
    • Bentuk preparasi yang menyediakan ruang untuk observasi yang adekuat, akses dan kemudahan operasi saat preparasi dan restorasi gigi. Untuk mendapat bentuk ini, diperlukan perluasan ke dinding distal, mesial, fasial, lingual, untuk mendapatkan akses ke bagian yang lebih dalam.
Tahap Akhir Preparasi:
  • 5. Pembuangan dentin rusak yang tersisa
    • Eliminasi struktur gigi yang terinfeksi karies atau kesalahan bahan restorasi yang tertinggal pada gigi setelah preparasi inisial.
  • 6. Proteksi pulpa (jika diperlukan)
    • Membantu melindungi pulpa dengan liners (ZnOE dan CaOH) atau bases. Penggunaan liners ditujukan untuk mengadakan barrier dengan memproteksi dentin. Bases digunakan untuk perlindungan mekanik, kimia, dan termal pulpa, terletak di bawah restorasi permanen.
  • 7. Secondary resistance and retention form
    • Didapatkan secara mekanis maupun kimia diantaranya, retention groove and caves, perluasan preparasi, tepi (skirts), bevelled enamel margin, etching and adhesive material.
  • 8. Procedure for finishing the external wall
    • Pengembangan lebih lanjut jika diindikasikan dari model spesifik cavosurfe.
  • 9. Procedure final (cleansing, inspecting, sealing)
    • Pada tahap ini dapat melakukan pembersihan yang bertujuan untuk membebaskan preparasi dari debris yang terlihat dengan air. Sebelum insersi komposit, kaviyas didisinfeksi dengan chlorhexidine 2%. Pemberihan bahan desensitazing.
_______________________________________________

Restorasi Kelas 1 Komposit

Indikasi:
  • Lesi kecil primer di oklusal
  • Gigi posterior (restorasi kecil sampai sedang)
  • Kebutuhan estetik
Kontraindikasi:
  • Daerah yang tidak dapat diisolasi
  • Restorasi besar dengan kontak oklusan stress yang besar
  • Kontak oklusan seluruhnya ditopang oleh komposit.
Prosedur Klinis Restorasi Komposit Kelas I:
  • 1. Preparasi kelas 1 komposit: Terdapat tiga tipikal preparasi komposit, diantaranya adalah konvensional, bevelled conventional dan modified. 
    • Convensional Class 1 Tooth Preparation
      • Akses kavitas dimulai dari area distal pit dengan bur/inverted cone diamond yang posisinya parallel dengan axial gigi.
      • Entry pit dengan bur diamond yang parallel dengan sumbu panjang gigi dan initial depth 5mm dari central groove.
      • Intial depth. Ketika central groove telah dibuang, lakukan pengukuran dinding bagian fasial atau lingual, yaitu lebih dari 1,5mm. Biasanya kedalamannya berkisar 1,35mm samapi 2mm.
      • Mesio-distal initial pulpal depth preparation mengikuti DEJ.
      • Ekstensi mesiodistal, untuk memelihara daerah support dari enamel marginal bridge. Gigi molar 2mm dan premolar 1,6mm.
      • Ekstensi fasiolingual, untuk memelihara initial pulpal depth (1,5mm) dengan inklinasi cusp.
    • Beveled Conventional
      • Menggunakan coarse diamond bur untuk membuat bevel dengan lebar 0,2-0,5mm dengan sudut 45 derajat.
    • Modified Class 1 Tooth Preparation
      • Diindikasikan pada lesi kelas 1 yang minimal. Initial pulpal depth 1,5mm sampai 2mm di dalam DEJ, namun mungkin tidak seragam (lantai pulpa tidak datar seluruhnya). Jika digunakan “normal instrument”, hasil cavosurface mungkin lebih tumpul daripada yang menggunakan inverted cone.
  • 2. Restorasi Komposit Kelas 1
    • a. Placement of Adhesif, untuk meningkatkan perlekatan mekanis dan menutupi tepi. Menggunakan teknik etch and rinse adhesive.
      • Asam phosphoric gel etchant diaplikasikan di seluruh permukaan preparasi
      • Diamkan sekitar 15 detik dentin dan 30 detik enamel
      • Bersihkan area untuk menghilangkan etchant, dengan membilas menggunakan air mengalir selama 10-15 detik.
      • Keringkan enamel sampai terlihat putih salju.
      • Apabila dentin terekspos, tidak boleh ada udara dan dapat menggunakan cotton pellet atau microbrush untuk menghilangkan kelebihan air.
      • Area tidak boleh terlalu kering, daoat dilembabkan dengan air, re-wetting agent/desensitizer agent.
      • Aplikasikan bonding agent dengan microbrush (ikuti instruksi pabrik)
      • Adhesif dipolimerisasi dengan light cure selama 20 detik
      • Apabila preparasi mendekati pulpa atau ketebalan sisa dentin kurang dari 0,5-1,5mm, gunakan material base.
      • Jika RDT (remaining dentin thickness) kurang dari 0,5mm, gunakan liners dan base.
    • b. Insertion and light activation of the composite
      • Menggunakan komposit hand instrument atau compule
      • Insersi dilakukan secara bertahap dan light-activated atau insersi secara inkremental, untuk memaksimalkan polimerisasi dan mengurangi efek polymerization shrinkage dan mengurangi negative c-faktor restorasi kelas 1 komposit.
      • Penggunaan RMGI atau flowable composite untuk menurunkan efek polymerization shrinkage karena modulus elastisitas yang baik. Dapat dilakukan dengan teknik sandwich.
      • Restorasi pada gigi posterior harus diinsersikan secara bertahap untuk memberikan hasil light-activated yang baik dan memberikan anatomi yang baik. Patokan dalam membentuk anatomi dapat dilihat dari struktur gigi sisa yang tidak dipreparasi.
      • Pada restorasi yang dalam, bahan dimasukan tidak lebih dari 2mm secara bertahap
      • Lapisan enamel di oklusal 1,5-2mm diletakan dengan anatomic layering tech
      • Operator meletakan dan membentuk komposit yang belum di cured mengikuti cusp yang tidak dipreparasi
      • Tahapan dilakukan per cusp dan terus menerus hingga preparasi terisi dan anatomi oklusal terbentuk.
      • Lakukan light cure selama 20 detik.
    • c. Contouring and polishing of the composite
      • Apabila komposit sudah dibentuk sebelum light-activated dapat diberi kontur tambahan dengan bur minimal, dibutuhkan untuk pengaturan oklusi (occlusal adjustment)
      • Permukaan oklusal dibentuk dengan bur carbide bundar/oval/finishing diamond
      • Finishing dapat dilakukan menggunakan polishing cusp and point.
_______________________________________________

Teknik Restorasi Kelas 1 Komposit

Restorasi yang baik adalah restorasi yang dapat menyerupai bentuk anatomi gigi asli. Restorasi terbagi menjadi dua tipe, yaitu restorasi intrakoronal atau restorasi direct dan restorasi ekstrakoronal atau indirect. Restorasi direct adalah restorasi yang langsung diaplikasikan pada rongga mulut pasien. Restorasi indirect dilakukan di luar rongga mulut terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam rongga mulut pasien. Restorasi direct diindikasikan untuk kavitas kecil sampai sedang, keuntungannya adalah preparasi yang minimal dan biaya lebih murah, tetapi restorasi langsung membutuhkan keterampilan operator. Restorasi direct juga tidak diindikasikan untuk kavitas yang luas atau telah mencapai area subgingiva. Terdapat berbagai macam teknik aplikasi restorasi komposit, diantaranya adalah teknik incremental, dual-shade layering technique, dan polychromatic layering technique. Masing-masing dari teknik tersebut terbagai lagi menjadi berbagai macam modifikasi.
  • Horizontal layering technique
    • Resin komposit ditempatkan di dalam kavitas secara bertahap. Setiap lapisan dilakukan ¬light-cure masing-masing. Lapisan ditempatkan secara paralel satu sama lain. Ketebalan lapisan maksimum 2 mm, teknik ini direkomendasikan untuk memberikan curing yang adekuat.
  • Oblique layering technique
    • Teknik oblik atau dikenal juga sebagai teknik-Z, metode yang dikembangkan untuk mengurangi C-faktor. Resin komposit ditempatkan di dalam kavitas secara bertahap sehingga setiap lapisan hanya bersentuhan dengan bagian bawah dan satu sisi dinding kavitas. Ini menghasilkan lapisan relatif pada permukaan bebas bahan pengisi, dan penurunan tingkat polymerization shrinkage.
  • Vertical layering technique
    • Tempatkan sedikit demi sedikit dalam pola vertikal mulai dari satu dinding, yaitu bukal atau lingual dan dibawa ke dinding lain. Mulai polimerisasi dari balik dinding, yaitu, jika lapisan bukal ditempatkan pada dinding lingual, lakukan curing dari luar dinding lingual. Ini mengurangi celah pada dinding gingiva yang terbentuk karena polymerization shrinkage, sehingga mengurangi sensitivitas post operative dan karies sekunder.
  • Stratified layering technique
    • Teknik stratified layering direncanakan dan diorientasikan pada pengembangan restorasi fungsional dan anatomis dengan menggunakan bahan restorasi resin komposit “estetis” termasuk nuansa dentin dan email serta berbagai translusensi dan warna intensif. Teknik ini dirancang untuk mengukir berbagai tingkat kroma yang ada di dalam gigi. Teknik ini melibatkan penempatan warna dentin dari resin komposit dengan chroma yang lebih tinggi di tengah preparasi dan menempatkan resin chroma yang lebih rendah dekat dengan dinding cusp. Teknik stratified layering dilakukan dengan menempatkan lapisan dentin awal dari warna komposit atau chroma yang dua atau tiga derajat lebih tinggi dari warna dasar atau chroma yang dipilih. Variasi halus dalam warna dentin dapat dicapai dengan mengubah ketebalan setiap lapisan kroma di area tertentu dari restorasi. Lapisan email ditempatkan mengikuti kontur yang dibentuk oleh lapisan dentin dan ketebalannya bervariasi tergantung pada efek yang diinginkan. Lapisan email dapat diremodeling dengan menempatkan berbagai warna opalescent atau email intensif pada area restorasi yang berbeda. Efek lebih lanjut dapat dihasilkan dengan menggunakan warna atau noda resin-intensif.
  • Centripetal buildup technique
    • Teknik centripetal buildup menawarkan sejumlah keuntungan ketika restorasi posterior resin komposit diindikasikan. Teknik ini menggunakan matrix band metal dan wooden wedge yang menghilangkan kebutuhan transparent matrix band, yang mungkin tidak memberikan area kontak yang kuat dan kontur proksimal dan tidak praktis untuk digunakan bagi banyak praktisi. Lebih lanjut, penelitian terbaru tidak menunjukkan adanya kerugian matrix band metal dalam pembentukan celah serviks.
    • Manfaat dari teknik ini ditawarkan oleh langkah-langkah pertama  centripetal buildup dengan membuat lapisan proksimal yang sangat tipis; curing terpengaruh sampai lapisan internal sehingga dapat memperkuat komposit dan mengurangi terbentuknya celah servikal. Bahkan, jika celah tersebut berkembang, lapisan berikutnya yang  terkondensasi ke arah dasar gingiva kemungkinan besar akan mengisi celah karena kontinuitas ruang yang tercipta tidak terhalang. Uji kebocoran mikro komparatif belum dilakukan tetapi pengalaman penulis selama lebih dari 6 tahun dengan teknik ini telah menunjukkan adaptasi marginal yang sangat baik secara radiografi. Pembentukan occlusal surface ring adalah tambahan keuntungan lainnya dari teknik ini. Dengan membangun lapisan kontinu ke lereng cusp, lalu membuat  referensi oklusal, dapat menghindari pengisian yang berlebihan. Terakhir, teknik centripetal buildup sangat konservatif dengan mempertahankan struktur gigi yang sehat; tidak memakan waktu lama dan mudah diimplementasikan. Setelah langkah kedua dari prosedur selesai dan peripheral composite envelope dibuat, kavitas dikelola sebagai kavitas kelas I sederhana. Penggunaan warna enamel dan dentin mencapai hasil estetik yang memuaskan. Teknik ini diindikasikan untuk restorasi posterior kecil hingga sedang.
  • Three-site technique
    • Merupana teknik yang dikaitkan dengan penggunaan clear matrix dan reflective wedge. Pertama, light cure diarahkan melalui matix dan wedge untuk memandu vektor polimerisasi menuju margin gingiva sehingga mencegah pembentukan celah. Kemudian, penambahan komposit berbentuk baji ditempatkan untuk menghambat distorsi dinding kavitas dan mengurangi C-faktor. Teknik ini dikaitkan dengan polimerisasi pertama melalui dinding kavitas dan kemudian dari permukaan oklusal untuk mengarahkan vektor polimerisasi ke permukaan perekat.
  • Split-increment horizontal layering technique
    • Ketika teknik horizontal konvensional digunakan, setiap lapis komposit yang menghubungkan lantai kavitas dengan empat dinding di sekitarnya menghasilkan rasio C-faktor tertinggi (C-faktor 5) dan paling tidak menguntungkan ketika dilakukan photocured. Terdapat kekhawatiran terkait penempatan lapisan terhadap dinding yang berlawanan secara bersamaan sebelum photocuring, karena shrinkage stresses polimerisasi yang dihasilkan dapat menyebabkan cusp menekuk satu sama lain dan berubah bentuk dan dapat menyebabkan sensitivitas post operative dan dapat merusak gigi dan integritas marginal dari waktu ke waktu. Teknik ini membagi kavitas menjadi empat bagian berbentuk segitiga, dengan masing-masing bagian ditempatkan hanya pada satu dinding kavitas dan bagian lantai satu potongan diagonal diisi seluruhnya dengan komposit shade dentin dan di curing. Pada titik ini, potongan diagonal lainnya diisi dan di curing, satu per satu. Teknik yang sama dilakukan sampai dentin-enamel junction dan kemudian komposit shade enamel diikuti dengan shade translucent lalu dibentuk untuk membentuk morfologi oklusal. Urutan ini akan mencegah resin komposit menghubungkan dua dinding rongga yang berlawanan secara bersamaan, meminimalkan efek negatif dari polymerization shrinkage pada dinding rongga dan antarmuka perekat. Ini bahkan akan mengurangi rasio C-faktor dari 5 menjadi 0,5.
  • Succesive Cusp Buildup technique
    • Teknik ini dicapai dengan menempatkan lapisan pertama komposit di tengah dinding pulpa tanpa menyentuh dinding rongga yang berlawanan. Kemudian, setiap cusp dibangun secara terpisah dengan menempatkan serangkaian lapisan komposit secara  miring. Perpaduan teknik ini dan stratifikasi polikromatik dibuat untuk mereproduksi berbagai tingkat kroma yang ada di dalam gigi yang direstorasi. Teknik ini memungkinkan pembuatan langsung restorasi “estetika” yang sangat baik. Kerugiannya adalah lamanya waktu perawatan.
  • Bulk technique
    • Terdapat komposit yang dikembangkan secara khusus untuk teknik bulk , tujuannya agar restorasi dapat ditempatkan ke dalam rongga dalam satu lapisan (bertahap), hingga ketebalan 4 mm. Setelah pembentukan permukaan pengunyahan, dilakukan light-curing. Studi menunjukkan teknik ini menjadi yang paling tidak menguntungkan dalam hal polymerization shrinkage.
  • Stamp technique
    • Teknik baru yang diperkenalkan untuk mengatasi masalah pembentukan anatomi adalah teknik stamp. Teknik ini diperkenalkan oleh Dr. Waseem Riaz untuk restorasi komposit direct yang dapat memperoleh topografi oklusal gigi dengan tepat. Teknik ini dilakukan dengan mengambil cetakan dari struktur oklusal gigi sebelum dilakukan preparasi. Masalahnya adalah teknik ini hanya berguna atau memulihkan gigi karies dengan anatomi oklusal utuh atau karies tersembunyi.
_______________________________________________

Komposit

Komposit adalah gabungan dua atau lebih bahan yang memiliki sifat-sifat unggul atau lebih baik dari bahan itu sendiri. Gabungan dari bahan-bahan/ atau material polimer tersebut diperkuat dengan dispersi kaca, kristal, atau partikel.

Komposisi Komposit:
  • Resin matrix (binder)
    • Komposit pada umumnya menggunakan monomer yang bersifat aromatik atau alifatik, yang paling sering digunakan adalah BIS-GMA (Bisphenol A-glycidyl Methacrylate), dan UEDMA (Urethane dimethacrylate). BIS-GMA dinilai lebih baik dibandingkan Akrilik resin, namun juga memiliki beberapa kekurangan antara lain viskositas tinggi, sehingga membutuhkan diluent (bahan pengencer). Diluent ini juga memacu terjadinya cross-linking pada rantai ikatan, sehingga memperkuat resistansi dari matriks. Monomer diluent yang umum digunakan adalah TEGDMA (trietilen glikol-dimetakrilat); kurang melekat pada struktur gigi; Shrinkage dan perubahan dimensi akibat panas dapat terjadi.
  • Filler (bahan pengisi) 
    • Penambahan partikel-partikel filler ke matriks resin memberikan kelebihan kepada komposit, yaitu meningkatkan sifat dari bahan matriks. Fungsinya : 
      • Menambah sifat mekanik, seperti strength, hardness, stiffness, dan ketahanan terhadap keausan (abrasi) 
      • Menurunkan ekspansi termal 
      • Estetik (refleksi warna), karena memberikan sifat opaque
      • Mengurangi panas pada saat polimerisasi 
      • Mengurangi shrinkage 
      • Menambah kekuatan pelekatan pada email gigi.
    • Macam-macam Filler : 
      • Quartz 
        • Diperoleh dari menggiling quartz (batu baiduri, pasir kuarsa), sangat keras dan inert, membuat restorasi sulit dihaluskan, mudah mengalami abrasi.
      • Colloidal Silica 
        • Merupakan filler anorganik, ukurannya kecil (microfillers), membuat permukaan restorasi halus, dan tahan terhadap abrasi, ditambahkan ke resin dengan komposisi sedikit (5 wt%).
      • Glass atau Ceramic yang mengandung Logam 
        • Paling umum digunakan adalah barium glass, memberikan sifat radio opaque pada restorasi, contoh: zirconium glass, strontium glass.
      • Coupling agent 
        • Coupling agent berperan sebagai pengikat antara Matriks resin dan filler. Fungsi coupling agent adalah meningkatkan sifat-sifat mekanis dan fisis dari resin dan mencegah air merembes masuk melalui bidang pemisah antara filler dengan matriks resin. Coupling agent yang paling umum digunakan adalah organosilane (3- methoxypropil-trimethoxy silane). Yang terpenting pada coupling agent adalah silane (gugus silanol). Dalam keadaan cair, gugus silanol dari coupling agent akan berikatang dengan filler, dan gugus metakrilat dari coupling agent berikatan secara kovalen dengan resin ketika berpolimerisasi.
      • Inisiator dan aktivator 
        • Aktivator terdiri dari amino tertier, asam sulfonat, sinar UV, dan visible light (sinar tampak). Sedangkan yang termasuk Inisiator adalah benzoil peroksida. Reaksi polimerisasi terjadi karena adanya radikal bebas. Radikal bebas dapat terbentuk karena adanya aktivator yang mengaktifkan inisiator, sehingga radikal bebas terbentuk dan terjadilah polimerisasi.
      • Pigmen 
        • Digunakan untuk menyamakan warna dengan warna gigi.
      • Bahan lainnya 
        • Inhibitor digunakan untuk mencegah polimerisasi terjadi saat penyimpanan. Biasanya menggunakan hydroquinone. Opacifier membantu fungsi filler, membuat warna menjadi opaque. Biasanya dengan titanium dioksida dan aluminium dioksida. Penyerap sinar UV (UV absorbers) / stabilisator untuk meningkatkan kestabilan warna.
Klasifikasi Komposit:
  • Berdasarkan proses curing komposit dibagi menjadi:
    • Self-cure
    • Light-cure
    • Dual-cure
  • Berdasarkan filler:
    • Macrofiller composite
    • Microfiller composite
    • Hybride filled composite resin
    • Nano filled composite resin 
Tahapan Polimerisasi: Dibagi menjadi 4 yaitu induction, propagation, chain transfer, dan termination.
  1. Induction : Dua proses mengontrol aktivasi induksi panggung dan mutasi 
  2. Propagation : Tahap polimerisasi selama polimer rantai terus tumbuh supaya berat molekul tinggi. 
  3. Chain Transfer : Dalam proses ini, radikal bebas yang aktif dari rantai yang bertambah ditransfer ke molekul lain (misalnya, suatu monomer atau rantai polimer tidak aktif) dan radikal bebas baru untuk pertumbuhan lebih lanjut dibuat. 
  4. Termination : tahap polimerisasi selama polimer rantai berhenti tumbuh. Meskipun pemutusan rantai didapat hasil dari pemindahan rantai, penambahan reaksi polimerisasi yang paling sering diakhiri baik dengan kopling langsung dari kedua ujung rantai radikal bebas atau dengan pertukaran atom hidrogen dari 1 rantai tumbuh yang lain.
Sifat Mekanis Komposit
Sifat-sifat mekanis dari resin komposit bervariasi, tergantung dari persentase filler. Kenaikan persentase filler akan menaikan strength, dan fracture toughness resin komposit. Pada resin komposit jenis microfill dan flowable (persentase filler rendah) memiliki sifat mekanis yang lebih rendah dibandingkan jenis komposit minifill dan midifill (persentase filler tinggi). Flexural dan Compressive moduli dari resin komposit jenis microfilled dan flowable 50% lebih rendah daripada resin komposit jenis hybrids dan packable. Resin komposit memiliki Compressive modulus yang lebih kecil dibandingkan amalgam (62 Gpa), dentin (19 Gpa) dan email (83 Gpa).

Sifat Fisis Komposit: Working and setting time, polymerization shrinkage, thermal properties, water sorption and color stability.8
  • Working and setting time
    • Berdasarkan hasil penelitian, terlihat ada perbedaan antara ketebalan bahan dan lamanya waktu penyinaran terhadap kekerasan bahan resin komposit. Dalam penelitian laboratorik diketahui bahwa ketebalan maksimal yang dapat dilakukan untuk mendapatkan kekerasan yang optimal adalah 3 mm. Kekerasan bahan dengan ketebalan bahan yang melebihi 3 mm akan menurun walaupun dilakukan penyinaran dalam waktu yang cukup lama. Dilihat dari segi penyinaran umumnya nilai kekerasan meningkat pada ketebalan 2 mm dan 3 mm dengan penyinaran 40–60 detik.
  • Polymerization shrinkage
    • Resin komposit mempunyai kelemahan yaitu adanya penyusutan pada saat polimerisasi yang menyebabkan terbentuknya celah (gap) antara dinding kavitas dan resin komposit yang dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran mikro. Polymerization shrinkage pada komposit resin light activated dan chemically activated tidak jauh berbeda. Disebabkan karena komposisi resin (polimer) lebih banyak dari monomernya. Semakin tinggi persentase volume polimer, semakin tinggi pula polymerization shrinkage. Polimerisasi pada komposit selalu diiringi dengan shrinkage sebesar 1% sampai 1,7%. Polymerization shrinkage dapat diminimalisir dengan cara memasukkan komposit resin dan mempolimerisasikannya lapis demi lapis dan menakar dengan teliti, jangan sampai komposisi resin (polimer) lebih banyak dari monomernya.
  • Thermal properties
    • Perbedaan koefisien ekspansi thermal antara struktur gigi dan resin komposit juga dapat mempengaruhi kerapatan tepi restorasi antara resin komposit dan dinding kavitas. Koefisien ekspansi termal resin komposit 3 kali lebih besar dari struktur gigi dan bervariasi tergantung dari persentase filler. Tekanan kontraksi resin komposit selama polimerisasi akan menghasilkan kekuatan yang bersaing dengan kekuatan perlekatan, sehingga dapat mengganggu perlekatan terhadap dinding kavitas, hal ini merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan tepi.
  • Water sorption and solubility
    • Kemampuan resin komposit dalam menyerap air tergantung pada matriks resin dan komposisi filler. Sifat penyerapan air ini akan mempengaruhi sifat fisik dan sifat mekanis resin komposit seperti hardness dan wear resistance. Polimerisasi yang adekuat menghasilkan stabilitas dan kualitas antara silane dan coupling agent serta meminimalisasi lepasnya ikatan matriks dan filler sehingga menurunkan resiko penyerapan air oleh resin komposit.
  • Color and Color Stability
    • Pigmen warna pada komposit terdiri dari ferric oxide, cadmium black, mercuric sulfide dan lain-lain. Komposit bersifat resisten terhadap perubahan warna yang diakibatkan oksidasi, namun mudah sekali terkena noda (staining). Penyebab diskolorasi resin komposit terbagi atas dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik terdiri dari reaksi polimerisasi dan ukuran partikel filler sedangkan faktor ekstrinsik adalah minuman dan makanan, bahan kumur, rokok dan tembakau dan proses oksidasi.
Sifat Klinis Komposit
  • Depth of cure
    • Intensitas cahaya berkurang sewaktu sumber cahaya berpindah dari permukaan objek dan ketika cahaya berjalan melalui media dispersi. Kedalaman penetrasi cahaya ke dalam restorasi komposit tergantung pada panjang gelombang cahaya, radiasi, dan hamburan yang terjadi di restorasi. Sejumlah faktor mempengaruhi derajat polimerisasi kedalaman permukaan setelah light curing. Intensitas cahaya di permukaan adalah faktor penting dalam completeness of cure di permukaan dan dalam materi.
  • Radiopacity
    • Komposit memiliki radiopacity yang tinggi, lebih radiopak dibandingkan dentin dan lebih radiolusen dibandingkan enamel.
  • Wear Rates
    • Komposit yang dirancang untuk restorasi posterior masih lebih mudah aus ketimbang email asli. Keausan komposit posterior > 0,1-0,2 mm dibanding email pada 10 tahun. Kasus-kasus klinis yang akan ditambal dengan komposit di posterior harus dilakukan dengan hati-hati. Secara klinis hilangnya material disebabkan oleh keausan daerah kontak yang lebih besar dari abrasi. Komposit partikel kecil, konsentrasi tinggi, berikatan baik dengan matriks sehingga paling tahan terhadap keausan.
  • Biocompatibility
    • Komposit dapat dapat membahayakan jika ada komponen yang dikeluarkan atau berdifusi dan selanjutnya mencapai pulpa. 
    • Jika berpolimerisasi dengan tepat, dapat diterima oleh jaringan 
    • Dapat terjadi reaksi alergi namun jarang sekali 
    • Komposit yg tidak mengeras pada dasar kavitas, penampung bahan yang tidak terlarut, dan peradangan pulpa jangka panjang 
    • Kebocoran tepi mengakibatkan pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme sehingga menyebabkan karies sekunder, reaksi pulpa atau keduanya.
Polymerization Shrinkage
  • Kelemahan utama dari komposit adalah adanya polymerization shrinkage, yang menghasilkan shrinkage stresses. Manifestasi klinis dari tegangan ini dintaranya, hipersensitivitas, pulpitis, karies sekunder dan enamel microfissures, yang pada akhirnya berpengaruh pada keawetan restorasi. 
  • Polymerization shrinkage menyebabkan: (1) kegagalan perekatan yang mengakibatkan pembentukan celah, kebocoran mikro, dan karies rekuren. Pada jenis kegagalan ini, gaya kontraksi di dalam resin lebih besar daripada kekuatan ikatan pada gigi. (2) Kegagalan kohesif yang mengakibatkan retakan mikro pada komposit. Pada jenis kegagalan ini, gaya kontraksi tinggi, ikatan pada gigi kuat, dan gigi itu sendiri juga kuta. (3) Deformasi cuspal yang mengakibatkan sensitivitas postoperative. Pada jenis kegagalan ini kekuatan kontraksi tinggi, ikatan pada gigi kuat dan gigi itu sendiri lemah.
  • Shrinkage stresses dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya formulasi komposit, intensitas dan kualitas light cure dan konfigurasi faktor (c-faktor). Penyusutan komposit dapat dikurangi dengan mengurangi kadar monomer, meningkatkan berat molekul monomer, memodifikasi teknik aplikasi komposit, dan memodifikasi teknik polimerisasi. Selain itu, terdapat faktor untuk mengurangi shrinkage stresses diantaranya adalah megunnakan bahan dengan volume yang kecil, kontak minimal dengan dinding kavitas yang berlawanan selama polimerisasi, dan mengurangi c-faktor kavitas.
  • C-faktor merupakan variable yang dapat dikontrol oleh dokter gigi. C-faktor didefinisikan sebagai rasio dari cavity bonded surface terhadap non-bonded surface. Faktor ini bergantung pada bentuk kavitas dan memiliki peran penting dalam polymerization shrinkage stresses pada setting komposit.
  • Semakin besar jumlah bonded surface yang kontak dengan resin komposit, semakin besar C-faktor dan akibatnya semakin besar tegangan pada permukaan tersebut. Permukaan yang tidak terikat memungkinkan komposit mengalir dan mengurangi tegangan pada komposit. C-faktor tertinggi diperoleh untuk restorasi komposit kelas I, sedangkan faktor terendah adalah untuk kelas V “non-karies”. Oleh karena itu, penting sekali memperhatikan teknik aplikasi komposit pada kasus ini, restorasi komposit kelas I.
  • Pemahaman yang lebih baik tentang hubungan antara C-faktor, aliran resin dan shrinkage stresses menghasilkan beberapa upaya oleh dokter & peneliti untuk memodifikasi teknik penempatan restoratif. Teknik penempatan komposit yang digunakan untuk mengurangi penyusutan komposit adalah teknik inkremental dimana ketebalan setiap lapisan maksimal 2 mm sehingga polimerisasi sempurna dari resin komposit dapat terjadi dan dapat mengurangi shrinkage stresses selama polimerisasi.
_______________________________________________

Sistem Adhesif

The American Society for Testing and Materials (specification D907) mendefenisikan adhesi sebagai keadaan dua permukaan yang disatukan dengan gaya. Interfasial, terdiri dari gaya valensi atau gaya interlocking atau keduanya. Adhesi berasal dari bahasa latin, yaitu ‘adhaerere’, yang memiliki arti melekat. Adhesi diartikan sebagai gaya intermolekular antara dua substansi yang tidak sejenis ketika keduanya berkontak satu sama lain, proses adhesi disebut dengan bonding.

Substansi yang digunakan untuk menghasilkan adhesi disebut dengan adhesif (adhesive), dan material yang diaplikasan oleh adhesif disebut adheren (adherend). Interface selalu ada apabila terjadi adhesi. Adhesi memiliki 2 fase, yaitu padat (solid), cair (liquid) atau gas. Bahan adhesif yang paling sering adalah zat cair dan bahan adheren yang paling paling sering adalah zat padat.

Mekanisme Adhesi:
  • Adhesi mekasik
    • Interlocking antara adhesif dan dengan permukaan yang tidak beraturan. 
  • Adhesi adsorpsi
    • Ikatan kimia antara adhesif dan adheren menggunakan gaya valensi primer (ionic dan kovalen) atau gaya valensi sekunder (ikatan hydrogen, interaksi dipol, atau van der waals).
  • Adhesi difusi
    • Interlocking antara molekul yang bergerak, seperti adhesi dari dua polimer melalui difusi ujung rantai polimer melewati interface.
  • Adhesi elektrostatik
    • Lapisan elektrik ganda pada interface logam dengan polimer menjadi bagian mekanisme bonding.
Dalam kedokteran gigi, bonding pada material berbasis resin ke struktur gigi memiliki 4 mekanisme, yaitu: 
  • Mekanis, penetrasi dari resin dan adanya pembentukan resin tag di dalam struktur gigi.
  • Adsorpsi, bonding kimia terhadap komponen anorganik (hidroksiapatit) atau komponen organik (terutama pada kolagen tipe I) dari struktur gigi. 
  • Difusi, pengendapan zat pada permukaan gigi yang dapat mengikat monomer resin secara mekanis atau kimiawi. 
  • Kombinasi dari tiga mekanisme sebelumnya.
Adhesi yang baik adalah interlocking harus berada diantara adhesive dengan substrat (enamel atau dentin). Tegangan adhesive harus lebih rendah dari gaya permukaan substrat. Kegagalan dapat terjadi apabila : adanya kegagalan kohesif pada substrat, kegagalan kohesif pada adhesive, kegagalan interlocking antara substrat dan adhesive. Masalah utama bahan berbasis resin metakrilat ke struktur gigi adalah adanya penyusutan selama polimerisasi. Adhesive harus memberikan bonding yang kuat untuk menahan tekanan penyusutan resin.

Syarat Ideal Bahan Adhesif:
  • Biokompatibel 
  • Dapat terikat secara efektif pada enamel dan dentin 
  • Memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan gaya mastikasi pada restorasi 
  • Memiliki sifat mekanis yang sedekat mungkin dengan struktur gigi 
  • Resisten terhadap degradasi dari lingkungan oral 
  • Mudah digunakan.
Evolusi Sistem Bonding:
  • Generasi Pertama
    • Sistem bonding generasi pertama, dipublikasikan oleh Buonocore tahun 1956 yang mendemonstrasikan penggunaan glycerophosphoric acid dimethacrylate (NPG-GMA) untuk mengikat resin dengan dentin setelah di etsa. Agen bonding didesain untuk mengikat ionik (ikatan hidrogen) pada kolagen. Namun, apabila terkena air akan mengurangi ikatan ini. Setelah Sembilan tahun, Bowen menjadikan NPG-GMA sebagai primer atau promotor adhesi antara enamel dentin dan material resin dengan menggabungkan dengan kalsium. Satu akhiran berikatan dengan dentin dan akhiran lain berpolimerisasi dengan resin komposit. Secara keseluruhan, generasi ini menghasilkan kekuatan ikatan yang buruk dan rendah dengan rentang 1-3 MPa.
  • Generasi Kedua
    • Pada akhir tahun 1970 generasi kedua agen bonding diperkenalkan, diharapkan akan meningkatkan coupling agent yang dikembangkan pada generasi pertama. Generasi kedua secara primer menggunakan fosfat yang dapat terpolimerisasi ditambahkan ke resin bis-GMA untuk mempromotor ikatan ke kalsium pada struktur gigi yang termineralisasi. Mekanisme bonding meliputi formasi ikatan ion antara kalsium dan kelompok chlorophosphite. Ikatan ionik ini akan berdegradasi di air (berhubungan dengan saliva) dan air yang berada di dalam dentin, menyebabkan debonding dan atau microleakage.4
    • Smear layer merupakan lapisan halus debris inorganik yang tersisa pada permukaan dentin sebagai hasil dari preparasi gigi menggunakan instrument berotasi (bur). Pada generasi ini, smear layer tidak dihilangkan sehingga mengakibatkan kekuatan ikatan yang lemah. Selain itu, resin ini tidak memiliki gugus hidrofilik sehingga tidak membasahi dentin dengan baik, tidak dapat menmbus lapisan smear, serta tidak dapat membentuk ikatan ionic atau ekstensi ke dalam tubulus dentin. Generasi agen bonding ini tidak lagi digunakan karena adanya kegagalan antara ikatan dengan smear layer. Kekuatan ikatan adalah 4-6 Mpa.
  • Generasi Ketiga
    • Pada akhir tahun 1970 dan awal 1980, generasi ketiga dikenalkan dengan perubahan yang sangat penting yaitu etsa asam pada dentin untuk memodifikasi atau menghilangkan sebagian smear layer. Sebagian besar bahan generasi ketiga dirancang untuk tidak menghilangkan seluruh lapisan smear melainkan memodifikasi untuk memungkinkan penetrasi monomer asam seperti fenil-P atau PENTA. Perawatan smear layer dengan primer diusulkan menggunakan larutan asam maleat 2,5%, HEMA 55%, dan asam metakrilat. Hasilnya, lapisan smear yang dimodifikasi akan terdemineralisasi pada permukaan dentin intertubuluar.
    • Tubuli dentin yang terbuka akan menyediakan ruang untuk penempatan primer setelah pembilasan asam. Metode ini mendapatkan ikatan yang lebih baik, namun kontroversial di dunia kedokteran gigi karena ada pendapat bahwa dentin seharusnya tidak dietsa. Setelah primer ditambahkan, resin tanpa filler ditempatkan pada dentin dan enamel.
  • Generasi Keempat
    • Pada tahun 1980 dan 1990 generasi keempat diperkenalkan, generasi ini menggunakan bahan untuk menghilangkan smear layer seluruhnya dan merupakan golden standard dalam dentin bonding. Pada generasi ini, terdapat 3 komponen utama (etsa, primer, dan bonding) umumnya dipaketkan dalam container terpisah dan diaplikasikan secara bertahap. Konsep Teknik total-etch dan dentin yang lembab merupakan keunggulan generasi keempat, dimana dentin dan enamel dietsa pada waktu yang sama dengan asam fosfat (H3PO3) dalam waktu 15-20 detik. Hasil yang didapat, permukaan harus tetap lembab ‘wet bonding’, bertujuan untuk menghindari collagen collapse. Aplikasi primer hidrofilik dapat menginfiltrasi kolagen yang terpapar dan membentuk lapisan hybrid. Lapisan hybrid terbentuk oleh resin yang menginfiltrasi permukaan dentin atau enamel. Tujuan dari hibridisasi ini adalah untuk memberikan kekuatan bonding yang tinggi dan dentin seal. Kekuatan bonding adesif ini pada rentang rendah-menengah yaitu 20 MPa dan secara signifikan mengurangi margin leakage dibandingkan dengan sistem sebelumnya.
    • Teknik sistem ini merupakan sistem yang sensitif dan membutuhkan keahlian dalam mengontrol etsa pada enamel dan dentin, diikuti dengan dua komponen lain. Sistem ini sangat efektif apabila digunakan dengan benar pada protokol dentin manapun (direct, indirect, self-cure, dual-cure, atau light-cure). Sistem ini masih merupakan standar dari sistem-sistem terbaru. Akan tetapi sistem ini dapat membingungkan dan memakan waktu yang banyak dengan banyak botol dan tahap aplikasi. Karena komplesitasnya, dokter gigi mulai meminta sistem adhesif yang lebih sederhana.
  • Generasi Kelima
    • P ada tahun 1990an dan dekadenya, generasi kelima memperlihatkan proses yang lebih sederhana dari generasi keempat dengan mengurangi tahapan klinis sehingga mengurangi waktu kerja. Bahan generasi ini membedakan sistem ‘satu tahap’ atau ‘satu botol’. Metode penyederhanaan yang paling umum adalah ‘satu botol’ merupakan kombinasi dari primer dan adhesif dalam satu cairan untuk diaplikasikan pada enamel dan dentin secara serentak dengan asam fosfat 35-37% dalam 15-20 detik. Satu botol dengan tipe adhesif etch-and-rinse menunjukkan mekanisme interlocking dengan dentin yang dietsa atau resin tag. Cabang adhesif lateral dan lapisan hybrid menunjukkan kekuatan ikatan yang tinggi pada dentin dengan marginal seal di enamel.
    • Sistem adhesif ini mungkin lebih rentan terhadap degradasi air dari generasi keempat. Hal tersebut terjadi karena primer terpolimerisasi dalam ‘sistem satu botol’ secara alami cenderung lebih hidrofilik. Akan tetapi, penggunaan generasi keempat, primer yang hidrofilik terrtutupi oleh resin yang hidrofobik, membuatnya lebih tidak rentan dari penyerapan air. Tidak semua generasi kelima kompatibel dengan dual dan self-cured atau material inti. Penelitian jangka Panjang mengindikasikan generasi kelima memiliki kekuatan ikatan tinggi. Kekuatan ikatan adalah 3-25 MPa.
  • Generasi Keenam
    • Generasi keenam dikenalkan pada akhir tahun 1990an dan awal tahun 2000an dikenal juga sebagai ‘self-etching primers’. Generasi ini menghilangkan tahap etsa, atau menyatukannya secara kimia dalam satu tahap (self-etching primer + adhesif). Pertama, primer asam diaplikasikan pada gigi diikuti dengan adhesif atau (selfetching adhesif) dua botol atau unit mengandung primer asam dan adhesif; satu tetes setiap cairan dicampur dan diaplikasikan pada gigi. Direkomendasikan bahwa komponen dicampur sebelum digunakan. Pencampuran komponen resin hidrofilik dan hidrofobik kemudian diaplikasikan pada gigi.
    • Sistem ini memberikan ikatan yang baik ke enamel dan dentin dengan penggunaan satu larutan. Keuntungan terbesar dari generasi keenam adalah tidak bergantung pada kedaan hidrasi dentin dibandingkan dengan sistem total-etch. Sayangnya, evaluasi pertama dari sistem ini menunjukkan ikatan yang cukup pada dentin namun kurang efektif pada enamel. Hal tersebut karena larutan asam tidak dapat ditetapkan pada satu tempat, harus diterapkan ulang terus menerus dan memiliki pH yang tidak cukup untuk mengetsa enamel dengan baik. Untuk menyelesaikan masalah ini, direkomendasikan untuk mengetsa enamel dulu dengan asam fosfat tradisional, namun Teknik itu hanya untuk enamel saja. Etsa tambahan pada dentin dengan asam fosfat akan menyebabkan situasi ‘over-etch’ dimana zona demineralisasi terlalu dalam untuk penetrasi primer. Kekuatan ikatan pada dentin adalah 41 Mpa.
  • Generasi Ketujuh
    • Pada akhir tahun 1999 dan awal 2005 sistem bonding generasi ketujuh dikenalkan. Generasi ketujuh atau sistem one-bottle self-etching merupakan sistem adhesif sederhana terbaru. Dengan sistem tersebut, bahan-bahan yang dibutuhkan untuk bonding ditempatkan dalam satu botol. Generasi ini diklaim memiliki kekuatan bonding yang konsisten dengan mengeliminasi eror yang dapat terjadi oleh dokter gigi atau asisten ketika menyampur bahan. Akan tetapi, stabilitas dari sistem ini masih dipertanyakan. Sistem asam cenderung memiliki sejumlah air yang signifikan dalam formulasinya dan mungkin lebih rentan terhadap hidolisis dan kerusakan kimia. Lebih jauh lagi, begitu ditempatkan dan terpolimerisasi, sistem ini lebih hidrofilik dibandingkan dengan sistem two-step self-etch; kondisi ini menyebabkan mereka lebih rentan untuk menyerap air, membatasi kedalaman infiltrasi resin kedalam gigi dan menyebabkan terbentuknya void (ruang kosong). Keuntungan generasi ini adalah tidak memerlukan pengadukan dan memiliki ikatan yang konsisten, akan tetapi dalam penggunaan jangka panjang tidak menguntungkan.
  • Generasi Kedelapan
    • Pada tahun 2010 Voco Amerika mengenalkan Voco Futurabond CD sebagai agen bonding generasi ke delapan, yang mengandung filler ukuran nano. Agen terbaru ini menambahkan filler berukuran nano dengan ukuran partikel rata-rata 12nm untuk meningkatkan penetrasi resin monomer dan ketebalan lapisan hybrid, hal tersebut meningkatkan sifat mekanis sistem bonding. Agen nano-bonding memberikan kekuatan ikatan enamel dan dentin yang kuat, stress absorption, dan tahan lama. Agen ini memiliki monomer asam hidrofilik dan dengan mudah digunakan pada enamel yang dietsa setelah terkontaminasi saliva atau kelembaban. Nanofiller dapat menyebabkan akumulasi filler pada permukaan atas yang lembab, klister ini memiliki kekurangan yaitu menyebabkan keretakan dan menyebabkan berkurangnya kekuatan ikatan.
Klasifikasi Adhesif
Pada metode pengaplikasiannya, sistem adhesive diklasifikasikan menjadi:
  • Strategi Etsa dan Bilas (Etch and Rise Strategy)
    • Three-step
      • Tahap ini terdiri dari etsa, primer, bonding. Sistem bonding ini memiliki tiga botol, masing-masing untuk etsa, primer, dan bonding. Aplikasi ini yang paling rumit namun memiliki kekuatan dan ketahanan bonding yang tinggi.
    • Two-step 
      • Tahap pertama yang dilakukan adalah etsa, kemudian dilanjutkan primer dan bonding dalam satu kali aplikasi. Sistem ini memiliki dua botol, satu botol mengandung etsa, dan yang lainnya mengandung formulasi primer dan bonding.
  • Self-etch
    • Two-step
      • Pengerjaan sistem ini adalah menggunakan dua tahap yaitu etsa dan primer yang dikombinasikan diikuti dengan bonding. Sistem ini menggunakan dua botol komponen, botol pertama berisikan self-etch primer dan yang kedua agen bonding. Self-etch primer memodifikasi smear layer pada lapisan dentin.
    • One-step
      • Satu botol mengandung formulasi yang mencampurkan self-etch primer dan bonding agent. Secara klinis, sistem ini merupakan langkah termudah dan memiliki kekuatan bonding yang dapat diterima.
_______________________________________________

Catatan tambahan: 
  • Kedalaman Email adalah 1,8-3 mm. 
  • Kedalaman dentin 2,5 - 3,5 mm.

Komentar

  1. Thank you author! sangat membantu catatannya! Sukses terus!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Latihan Soal (Seluruh Departement)

BM / BEDAH MULUT (Catatan UKMP2DG)

IPM (Catatan UKMP2DG)