Bone Loss, Jenis Kerusakan Tulang, dan Keterlibatan Furkasi Pada Penyakit Periodontal
Ketinggian dan kepadatan tulang alveolar akan dipertahankan secara seimbang oleh pengaruh lokal dan sistemik, antara pembentukan dan resorpsi tulang. Ketika tingkat resorpsi melebihi tingkat pembentukan, maka tinggi tulang dan kepadatannya dapat berkurang. Penyebab paling umum dari kerusakan tulang pada penyakit periodontal adalah perluasan inflamasi dari marginal gingiva ke dalam jaringan pendukung periodontal. Invasi inflamasi pada permukaan tulang dan kehilangan tulang awal yang mengikuti, menandai transisi dari gingivitis ke periodontitis. Periodontitis selalu diawali dengan gingivitis, namun gingivitis tidak selalu berkembang menjadi periodontitis.
Mekanisme kerusakan tulang:
- Faktor-faktor yang terlibat dalam kerusakan tulang pada penyakit periodontal diperantarai oleh bakteri dan host. Produk plak bakteri menginduksi diferensiasi sel progenitor tulang menjadi osteoklas dan merangsang sel gingiva untuk melepaskan mediator yang memiliki efek yang sama. Produk plak dan mediator inflamasi juga dapat berdampak langsung pada osteoblas atau progenitornya, sehingga menghambat kerja osteoblast dan mengurangi jumlahnya.
- Pada pasien dengan penyakit yang berkembang pesat (Seperti periodontitis agresif), mikrokoloni bakteri atau sel bakteri tunggal dapat ditemukan di antara serat kolagen dan di atas permukaan tulang, dan menunjukkan efek langsung.
- Beberapa faktor pejamu yang dilepaskan oleh sel inflamasi mampu menginduksi resorpsi tulang secara in vitro, dan mereka berperan dalam penyakit periodontal. Hal ini termasuk prostaglandin yang diproduksi host dan prekursornya, interleukin-1α, interleukin-β, dan tumor necrosis factor-α.
- Ketika disuntikkan secara intradermal, prostaglandin E2 menginduksi perubahan vaskular yang terlihat dengan peradangan. Prostaglandin E2 juga dapat menginduksi resorpsi tulang tanpa adanya sel-sel inflamasi, dengan sedikit osteoklas berinti banyak. Selain itu, obat antiinflamasi nonsteroid (Seperti iburbiprofen, ibuprofen) dapat menghambat produksi prostaglandin E2, sehingga memperlambat kehilangan tulang pada penyakit periodontal yang terjadi. Efek ini terjadi tanpa perubahan pada inflamasi gingiva, dan meningkat kembali 6 bulan setelah penghentian pemberian obat.
Jenis atau pola dari kerusakan periodontal:
- Horizontal bone loss
- Kehilangan tulang horizontal adalah pola kehilangan tulang yang paling umum pada penyakit periodontal. Tinggi tulang berkurang, tetapi margin tulang tetap kira-kira tegak lurus terhadap permukaan gigi. Septa interdental dan lempeng fasial dan lingual terpengaruh tetapi tidak harus pada derajat yang sama di sekitar gigi yang sama.
- Vertical or angular defects.
- Defek vertikal atau angular adalah defek yang terjadi pada arah oblik, meninggalkan cekungan pada tulang di samping akar. Dasar defek terletak di apikal terhadap tulang di sekitarnya. Dalam beberapa kasus, defek angular disertai poket periodontal infrabony, dan poket infrabony selalu memiliki defek angular yang mendasarinya.
- Defek angular diklasifikasikan oleh Goldman dan Cohen berdasarkan jumlah dinding tulang, yang mungkin memiliki satu, dua, atau tiga dinding. Jumlah dinding di bagian apikal dari defek seringkali lebih besar dibandingkan pada bagian oklusalnya. Kondisi ini dapat disebut sebagai combined osseous defect.
- Defek vertikal yang terjadi di interdental, umumnya dapat terlihat pada radiograf, meskipun terkadang tidak terlihat buram akibat tertutup lapisan tulang lain. Defek angular dapat muncul pada permukaan fasial,lingual, ataupun palatal, namun defek pada area ini tidak terlihat pada radiografi. Eksposur bedah adalah satu-satunya cara pasti untuk menentukan keberadaan dan konfigurasi defek osseus vertikal.
- Defek vertikal meningkat seiring bertambahnya usia. Sekitar 60% orang dengan defek angular di interdental hanya memiliki satu defek. Defek vertikal yang terdeteksi secara radiografi dilaporkan paling sering muncul pada permukaan distal dan mesial. Namun, defek tiga dinding lebih sering ditemukan pada permukaan mesial molar atas dan bawah.
- Osseous craters.
- Defek osseus berbentuk kawah adalah cekungan di puncak tulang interdental yang terbatas pada dinding fasial dan lingual. Beberapa penyebab dari osseous craters adalah:
- Area interdental yang mengumpulkan plak dan sulit dibersihkan.
- Permukaan konkaf pada area fasiolingual interdental septum, khususnya di area molar rahang bawah, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya osseous craters.
- Pola vaskular dari gingiva ke puncak defek dapat memberikan jalur untuk inflamasi.
- Bulbous bone contours.
- Bulbous bone cotours atau kontur tulang yang membulat merupakan pembesaran tulang yang disebabkan oleh eksostase, adaptasi fungsional, atau buttressing formasi tulang. Keadaan ini sering muncul pada rahang atas.
- Reversed achitecture.
- Gambaran reversed terjadi akibat kehilangan tulang interdental, termasuk permukaan fasial dan lingual, tanpa diikuti kehilangan tulang radikular. Defek ini sering muncul di area rahang atas.
- Ledges.
- Ledges merupakan margin tulang yang mengalami pengikisan akibat resorbsi ketebalan tulang.
- Keterlibatan furkasi.
- Keadaan ini mengacu pada invasi penyakit periodontal di area bifurkasi atau trifurkasi dari gigi multi-root. Keterlibatan furkasi dapat terlihat secara klinis ataupun tertutup oleh dinding poket. Tingkat keterlibatan ditentukan oleh eksplorasi probe, bersamaan dengan semprotan udara hangat untuk memfasilitasi visualisasi.
- Klasifikasi keterlibatan furkasi menurut Glickman, diantaranya:
- Kelas 1: Melibatkan kerusakan tulang yang baru terjadi / Kehilangan tulang insipien.
- Kelas 2: Melibatkan kehilangan tulang parsial (Cul-de-sac).
- Kelas 3: Melibatkan kehilangan tulang total dengan pembukaan furkasi (Through and through).
- Kelas 4: Serupa dengan kelas 3, namun melibatkan resesi gingiva yang mengekspos furkasi hingga terlihat (High and dry).
- Pola destruktif dari keterlibatan furkasi bervariasi sesuai dengan kasus. Kehilangan tulang di sekitar masing-masing akar individu mungkin terjadi secara horizontal atau vertikal, dan sering kali terbentuk kawah di daerah interradikular. Oleh sebab itu, pemeriksaan untuk menentukan adanya pola kerusakan ini, harus dilakukan secara horizontal dan vertikal di setiap permukaan akar yang terlibat dan di daerah kawah untuk menetapkan kedalaman komponen vertikal.








Komentar
Posting Komentar